Smile

Smile
Keep Smile

Rabu, 05 Oktober 2016

Sistem Pertanian terpadu dan berkelanjutan



BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
      Pengaruh jangka panjang dari perkembangan dunia pertanian dan industri dalam sistem petanian moderen, ternyata menghasilkan dampak negatif yang besar terhadap ekosistim alam. Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida telah lama diketahui. Demikian pula dengan ketahanan (resistensi) hama yang semakin meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan yang semakin tinggi serta pencemaran air tanah maupun sungai oleh senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk yang berlebihan. Pertanian moderen juga telah mengurangi keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut. Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan, yang selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu meningkat dan berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
      Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut : kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin menantang. Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya. Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau (Sach, 1987 dalam Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).
      Dalam rangka memasuki revolusi hijau kedua ini kita belajar dari kenyataan bahwa teknologi maju dan mahal akan memproduksi barang yang mahal pula termasuk makanan. Pengkajian kembali teknologi yang tidak hanya berorientasi kepada penggunaan energi secara maksimal dan intensif akan tetapi juga berusaha menerapkan low input sustainable agriculture (LISA). Untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya, dua tujuan harus tetap sejalan dan seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani dan pelestarian lingkungan di lain pihak yang memerlukan langkah terobosan di bidang penelitian (Tiharso, 1992).
      Untuk mengantisipasi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, maka sangat dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang mampu memanfaatkan potensi sumberdaya setempat secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan.

B.     Permasalahan
      Peningkatan input energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun bahan -bahan kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas lingkungan disamping membutuhkan biaya usahatani yang tinggi, juga merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan. Penggunaan pupuk dan pestisida di luar kontrol akan dapat merusak tanah dan tolerannya suatu jenis hama dan penyakit tertentu terhadap pestisida disamping juga dapat menghilangkan jenis predator dan parasitoid yang bermanfaat. Bahan-bahan kimia tersebut dapat tetap tinggal sebagai residu pada hasil tanaman, tanah tercuci ke dalam air sungai akibatnya dapat berbahaya bagi kehidupan manusia maupun hewan.
      Dari uraian di atas, maka dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang ada dan akan muncul dalam usaha peningkatan produksi pertanian selama ini, yaitu diantaranya :
1. Penggunaan paket teknologi seperti pupuk anorganik dan pestisida secara tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, disamping dibutuhkan biaya usahatani yang tinggi.
2. Berkurangnya keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut.
3. Adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya menyebabkan dibutuhkan biaya usahatani yang semakin tinggi.
4. Adanya ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau.
5. Semakin sulitnya mengatasi hama dan penyakit pada tanaman sehingga membuat para petani mengalami gagal panen dan mengalami kerugian yang sanagat besar.
      Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, guna mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, maka pengelaolaan sumberdaya secara efektif dari segi ekologi maupun ekonomi mutlak dilakukan. Pertanyaan yang timbul kiranya langkah-langkah apa saja yang mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut ?

C.    Tujuan penulisan
      Sehubungan dengan permasahan-permasalahan yang dihadapi dalam usaha pembangunan petanian, dikaitkan dengan beberapa alternatif pemecahan masalah yang akan dikemukan pada bab II berikut, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengkaji lebih jauh peluang-peluang yang mungkin dapat dilakukan dalam usaha mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian secara terpadu.














BAB II. PEMBAHASAN
A.    Devinisi Sistem PertanianTerpadu dan Berkelanjutan
      Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.
      Atau dapat juga di artikan bahwa Sistem pertanian terpadu merupakan satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru cara alam bekerja.Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien.
      Pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.                 
      Selain hemat energi, keunggulan lain dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan. Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk mendapatkan penghasilan.
      Sistem usahatani tradisional sebahagian terbukti berkelanjutan, tetapi sistem ini dipandang terlalu lamban untuk dapat memenuhi perkembangan kebutuhan pangan dan kebutuhan masyarakat lainnya yang sejalan dengan proses pembangunan dan kemajuan yang makin cepat. Modifikasi dan peningkatan sistem tradisional ini diperlukan dengan masukan unsur teknologi unggul hasil penelitian tanpa mengabaikan sifat keberlanjutan. Sistem pertanian berkelanjutan bukan merupakan sistem usahatani tradisional yang stagnan tanpa masukan input dari luar, melainkan dengan menggunakan input luar secara arif mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka panjang dengan pertimbangan sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya alam serta lingkungan. Oleh karena itu dalam menerapkan pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi, permodalan, hubungan produk dan konsumen, serta masalah keseimbangan misi pertanian dalam pembangunan.
      Suatu agroekosistem yang keanekaragamnnya tinggi akan memberi jaminan yang lebih tinggi bagi petani. Namun, keanekaragaman tidak selalu mengakibatkan kestabilan, bahkan dapat menyebabkan ketidakstabilan jika komponen- komponennya tidak dipilih dengan baik, misalnya beberapa jenis pohon merupakan inang hama atau penyakit berbahaya bagi tanaman; dan tanaman, hewan atau pohon bisa bersaing dalam ketenagakerjaan, unsur hara dan air (Dover dan Talbot, 1987). Jika keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, maka bukan hanya kestabilan yang dapat diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan input yang lebih rendah.
      Komponen-komponen agroekosistem juga bisa sinergetik dalam fungsinya, misalnya barisan tumbuhan pada garis luar suatu bidang lahan yang mengkonservasi air dan tanah serta memproduksi pakan ternak dan bahan pangan; pagar tanaman di sekitar lahan untuk melindungi dari serangan hewan atau angin sekaligus sebagai penghasil bahan bakar, pangan, pakan hewan atau obat – obatan. Tanaman dan hewan yang bermanfaat ganda sangatlah penting. Baik tanaman maupun hewan mengkombinasikan berbagai fungsi misalnya, rumput untuk pagar hidup dan sebagai pakan hewan, atau hewan yang menghasilkan pupuk kandang, susu dan tenaga serta berfungsi sebagai cadangan modal.
      Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yang menggunakan sumberdaya dan input yang ada secara optimal. Tantangannya adalah menemukan kombinasi tanaman, hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan modal.


B.     Konsep dan Pengaplikasi Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan
Pengaplkasian pertanian terpadu dan berkelanjutan Dengan Konsep Teknik Budidaya Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan.

1.      Pertanian terpadu biosiklus
      Pertanian terpadu biosiklus adalah pertanian yang mengintegrasikan tanaman, ternak, dan ikan dalam satu siklus (biosiklus) sedemikian rupa sehingga hasil panen dari satu kegiatan pertanian dapat menjadi input kegiatan pertanian lainnya, selebihnya dilepas ke pasar. Dengan pola itu ketergantungan petani dengan input produksi dari luar dapat diminimalisasi. Misalnya pakan untuk ternak dan ikan sebagian dapat dipenuhi dari hasil tanaman dan limbah, sedangkan kebutuhan pupuk organik dapat diperoleh dari kotoran hasil ternak.
      Kotoran ternak ditampung dalam biodigester untuk diambil gas metannya dan dapat dimanfaatkan untuk memasak bahkan untuk energi listrik. Dengan sistem pertanian terpadu biosiklus itu, petani memperoleh sumber penghasilan yang beragam dari diversifikasi produk hasil pertanian; panen harian (misal telur, susu), panen musiman (misal gabah, jagung) dan panen tahunan (anak sapi), meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, kebutuhan pangan yang bergizi seimbang tercukupi (mendekati PPH ideal) dari usaha tani mereka, kesuburan lahan terjaga dan tanpa limbah (zero waste). Data penelitian lapangan menunjukkan bahwa dengan sistem pertanian terpadu itu, petani kecil dapat memperoleh pendapatan per bulan lebih besar daripada UMR.
Description: http://3.bp.blogspot.com/-xbksakWm5zw/UtjnT3LnTmI/AAAAAAAAAP0/o89apXDjr6U/s1600/oooo.jpeg
2.       Pertanian Organik Modern
      Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
      Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
      Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini.
      Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

3.      . Sistem Tanam Ganda (Multiple cropping)
      Pertanaman ganda (Multiple cropping), yaitu intensifikasi pertanaman dalam dimensi waktu dan ruang. Bentuknya adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada lahan yang sama dalam kurun waktu satu tahun. Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : pertanaman tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping). Hampir semua petani dengan lahan sempit di daerah tropis masih terus melakukan budidaya ganda. Selama dua dasawarsa yang lalu, para ilmuwan semakin menyadari bahwa hal ini merupakan praktek yang sangat cocok untuk memaksimalkan produksi dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Secara lebih khusus, manfaat-manfaat budidaya ganda bagi petani lahan sempit berikut ini telah diidentifikasikan (Papendick et al., 1976; Beets 1982; Francis 1986; Altieri 1978; Hoof 1987) :
      Pada hampir semua sistem budidaya ganda yang dikembangkan oleh petani lahan sempit, tingkat produktivitas yang dapat dipanen per satuan luas lebih tinggi dari pada budidaya tanam tunggal dengan tingkat pengelolaan yang sama. Keuntungan panen bisa berkisar antara 20 % sampai 60 % (Steiner 1984; Francis 1986). Perbedaan ini sebagai akibat berbagai faktor, seperti tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, penurunan kerugian yang disebabkan oleh gulma, serangga dan penyakit serta pemanfaatan yang lebih efisien terhadap sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang ada.
    Kalau beberapa tanaman budidaya tumbuh sekaligus, kegagalan salah satu tanaman dapat dikompensasikan oleh tanaman yang lain (baik itu sebagai hasil panen sebenarnya ataupun dalam hal nilai uangnya). Hal ini mengurangi resiko usaha tani.
      Sistem budidaya ganda, khususnya dengan rumput dan pohon perennial, tampaknya kurang rentan terhadap erosi tanah (karena penutupan tanah lebih baik dan lebih banyak penghalang pada aliran air dan udara). Sistem tersebut juga lebih baik dalam memanfaatkan ruang yang ada bagi pertumbuhan akar dan tajuk, mendaur ulang air dan unsur hara yang ada dengan lebih efisien dan memiliki kapasitas penyangga yang lebih besar terhadap periode ataupun peristiwa yang merugikan (kekeringan, serangan hama, kebutuhan uang tunai dalam jumlah besar secara mendadak dan sebagainya) dibanding sistem budidaya tanaman tunggal. Dengan kata lain, mereka memanfaatkan dan memberikan perlindungan yang lebih baik pada modal usahatani alami.
      Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di lahan kering dapat dilakukan melalui pertanaman secara tumpangsari, karena pertanaman secara tumpangsari pada lahan kering dapat memelihara kelembaban dan kadar air tanah serta mengurangi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah (Samosir, 1996).
      Tumpangsari merupakan salah satu bentuk program intensifikasi pertanian alternatif yang tepat untuk melipatgandakan hasil pertanian pada daerah-daerah yang kurang produktif. Keuntungannya adalah selain diperoleh panen lebih dari sekali setahun, juga menjaga kesuburan tanah dengan mengembalikan bahan organik yang banyak dan penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Dalam sistem pertanaman tumpangsari, agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-kecilnya (Prajitno, 1988). Selanjutnya Harera dan Moris (1984) menjelaskan bahwa jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi. Tanaman tumpangsari jagung dapat dilakukan dengan padi gogo, palawija lain atau sayuran yang dilakukan dengan tujuan ; (1) penganekaragaman penggunaan makanan, (2) mengurangi resiko kegagalan panen, dan (3) meningkatkan intensitas tanam (Sutoro, Soelaeman dan Iskandar, 1988 dalam Safuan dan Boer, 2000).


Description: soy-sunflower.jpg

Contoh Gambar teknik pertanian tumpangsari
Description: faq33.jpg
Contoh Gambar Teknik pertanaman berurutan

4.      Komplementari Hewan Ternak dan Tumbuhan
      Integrasi sumber-sumber hewan ternak dan tumbuhan untuk memperoleh out put biomassa yang optimal dalam lingkungan ekologi dan sosio-ekonomi tertentu harus menjadi tujuan dalam sistem pertanian berkelanjutan. Interaksi yang sesuai diantara komponen-komponen harus menghasilkan respon komplementari (saling melengkapi) dan sinergetik sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan memperkuat viabilitas ekonomi dari sistem pertanian yang terpadu. Menurut CAST (1988) bahwa strategi terbaik untuk menciptakan viabilitas ekonomi adalah fleksibilitas sistem pertanian dalam produksi pangan dan sandang. Fleksibilitas usaha tersebut dapat dicapai melalui penurunan biaya input dan peningkatan diversifikasi usaha. Suatu perpaduan agro-ekosistem harus mampu memberikan pengaruh stabilitas yang tinggi terhadap fluktuasi jangka pendek dalam harga komoditas.
      Sumber daya yang paling terbatas dalam sistem pertanian berkelanjutan secara umum adalah kemampuan pengelolaan yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara diversifikasi usaha pada tingkatan optimal. Sistem pertanian monokultur lebih banyak diusahakan dan umumnya kurang kompleks dibandingkan sistem pertanian campuran atau integrasi.
     Sistem produksi ternak herbivora yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian dapat disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak berkompetisi pada lahan yang sama. Tanaman pangan dengan komponen utama dan ternak menjadi komponen kedua. Ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh disekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan fecesnya. Mott (1974) melaporkan bahwa dari nitrogen tumbuhan dan mineral yang dimakan hewan di areal penggembalaan, sekitar 75 – 95 persen nitrogen dan 90 – 95 persen mineral dikembalikan ke tanah. Contoh penerapan sistem ini di Sumatera dilaporkan bahwa sumbangan ternak terhadap total hasil usahataninya adalah sebanyak 17 persen, sedangkan di Cina sebanyak 29 persen (Moningka, dkk., 1993).

5.      . Usaha Terpadu Peternakan dan Perkebunan
      Sistem tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal, namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan mempermudah pengumpulan buah kelapa. Moningka dkk. (1993) menjelaskan keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain :
(1) tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena panas,
(2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke dalam tanah,
(3) meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma,
(4) mengurangi penggunaan herbisida,
(5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan
(6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
      Pola keterpaduan dalam usahatani dengan pemanfaatan areal pertanaman kelapa masih belum nampak nyata, disebabkan masih merupakan usaha sampingan atau tradisional. Akibatnya petani lambat menerima inovasi dan ternak belum dapat ditangani dengan serius. Padahal adanya sistem yang demikian mempunyai nilai positif baik bagi tanaman rumput atau ternak maupun tanaman kelapa. Keuntungan yang diperoleh dengan keberadaan sistem peternakan di bawah pohon kelapa berupa :
(1) menaikan sumber pendapatan petani,
(2) menekan kompetisi gulma dan biaya pengendalian gulma,
(3) sumber makanan ternak,
(4) produksi manur untuk memelihara kesuburan tanah, dan
(5) pemanfaatan tataguna tanah yang baik.
      Padang pengembalaan di bawah perkebunan kelapa di daerah tropis sangat baik untuk penggembalaan ternak. Hal ini harus diikuti dengan manajemen padang pengembalaan yang baik, supaya kontinyuitas produksi dan kualitas tanaman makanan dapat dipertahankan dan produksi utama tidak dirugikan (Shelton, 1987). Pemeliharaan ternak ruminansia bersamaan dengan perkebunan harus terus dikembangkan dan diperbaharui agar dicapai suatu kondisi yang optimal untuk semua komponen produksi.
      Penambahan tanaman legum pada padang rumput, diharapkan dapat menaikan nitrogen dan bahan organik tanah di daerah-daerah yang tererosi dan kurang kesuburannya yang disebabkan oleh pengelolaan tanah yang buruk. Peranan leguminosa pada padang pengembalaan, mampu memanfaatkan nitrogen bebas dari udara dengan bantuan rhizobium di dalam nodul-nodul leguminosa tersebut. Di dalam nodul inilah bakteri bertempat tinggal dan berkembang biak serta dapat melakukan kegiatan fiksasi nitrogen bebas dari udara. Oleh karena itu, penanaman campuran merupakan sumber dari protein dan mineral yang berkadar tinggi bagi ternak, juga memperbaiki kesuburan tanah. Selanjutnya Reksohadiprodjo (1981) menyatakan bahwa fungsi leguminosa dalam padang pengembalaan adalah menyediakan atau dapat memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama protein, fosfor dan kalsium.
      Untuk mepertahankan pertumbuhan tanaman, baik untuk tanaman kelapa maupun untuk tanaman selanya, perlu dilakukan pemupukan. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk buatan atau pupuk organik. Pupuk organik seperti pupuk kandang sangat membantu dalam memperbaiki sifat-sifat tanah sperti permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air dan kapasitas tukar kation tanah. Disamping itu, pupuk kandang juga dapat memperbaiki sifat biologi dan kimia tanah, sehingga dapat memperbaiki lingkungan perakaran tanaman yang nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta memperoleh hasil yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1989). Dalam sistem usaha terpadu peternakan dan tanaman perkebunan, maka kebutuhan pupuk kandang dapat dipenuhi dari kotoran ternak yang diusahakan secara bersama-sama.
Description: Integrated.png


Description: Untitled.jpg

Siklus Integrasi terhadap hewan dan tumbuhan
Contoh Gambar Hasil Integrasi Hewan dan Tumbuhan

6.      Agroforestry
      Pengembangan pertanian komersil khususnya tanaman musiman mensyaratkan perubahan sistem produksi secara total menjadi monokultur dengan masukan energi, modal dan tenaga kerja dari luar yang relatif besar.
      Di pihak lain sistem-sistem produksi asli (salah satunya agroforestry) selalu dianggap sebagai sistem yang hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Dukungan terhadap pertanian komersial petani kecil lebih diarahkan sebagai upaya penataan kembali secara keseluruhan sistem produksi, ketimbang sebagai pendekatan terpadu mengembangkan sistem-sistem yang sudah ada. Agroforestry umumnya dianggap sebagai “kebun dapur”, tidak lebih dari sekedar pelengkap sistem pertanian lain, hanya khusus untuk konsumsi sendiri, dan menghasilkan hasil-hasil ikutan seperti kayu bakar (Michon, 1985).
      Agroforestry mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat. Peran utama agroforestry bukanlah produksi bahan pangan melainkan sebagai sumber penghasilan pemasukan uang dan modal. Seringkali agroforestry menjadi satu-satunya sumber uang tunai keluarga petani. Agroforestry memasok 50 – 80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasilnya (Michon, 1985) . Contoh kegiatan tersebut misalnya adalah aktivitas penanaman hutan dengan sistem tumpangsari, kegiatan penebangan, aktivitas angkutan hasil hutan, pembinaan industri rakyat, pembinaan sutra alam, lebah madu dan sebagainya (DS Fattah, 1999).
      Keunikan konsep pertanian komersil agroforestry adalah karena bertumpu pada keragaman struktur dan unsur-unsurnya, tidak berkonsentrasi pada satu spesies saja. Produksi komersial ternyata sejalan dengan produksi dan fungsi lain yang lebih luas. Hal ini menimbulkan beberapa konsekuensi menarik bagi petani.
      Di daerah-daerah tropis, agroekosistem yang secara ideal mendekati ekosistem klimaks merupakan sistem agroforestri, yaitu di daerah-daerah yang lebih kering, sistem yang menyerupai savana dengan pohon-pohon disana sini, semak belukar dan rumput-rumputan perennial dan di daerah-daerah yang lebih lembab, sistem yang menyerupai hutan-hutan yang lebih lebat.
      Dalam rancangan agroforestri ini, ciri ekosistem alami digabungkan dengan kebutuhan usaha tani. Penutupan tanah yang lebih baik diperoleh dengan memasukan spesies perennial dan /atau dengan menebarkan tanaman yang menutupi permukaan tanah. Ini akan mengurangi pengaruh dari hujan secara langsung, menahan sedimen dan mengurangi evaporasi sehingga akan tersedia lebih banyak air. Tajuk vegetatif dan seresah akan mengurangi suhu tanah dan akhirnya mengurangi kecepatan dekomposisi dan mineralisasi. Keanekaragaman spesies tanaman, misalnya dengan tajuk dan perakaran yang berbeda, dapat meningkatkan sumberdaya yang tersedia di atas dan di bawah permukaan tanah dan dapat memanfaatkannya secara efisien. Sebagai contoh adalah sinar matahari dengan pengaturan tajuk yang lebih baik, atau volume unsur hara dan air tanah dengan pengakaran yang lebih dalam dan struktur akar yang lebih baik sehingga menurunkan perembesan unsur hara.
      Meskipun tidak memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk aset-aset yang dapat segera diuangkan, diversifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap acaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga satu komoditas, spesies ini dapat dengan mudah dibiarkan saja, hingga suatu saat pemanfaatannya kembali menguntungkan. Proses tersebut tidak mengakibatkan gangguan ekologi terhadap sistem kebun. Petak kebun tetap utuh dan produktif dan spesies yang ditelantarkan akan tetap hidup dalam struktur kebun dan selalu siap untuk dipanen sewaktu-waktu. Sementara itu spesies-spesies baru dapat diperkenalkan. Akan tetap ada tanaman yang siap dipanen, malahan komoditas baru dapat diperkenalkan tanpa merobah sistem produksi yang ada.
      Ciri keluwesan yang lain adalah perubahan nilai ekonomi yang mungkin dialami beberapa spesies. Sepsies yang sudah puluhan tahun berada di dalam kebun dapat tiba-tiba mendapat nilai komersil baru akibat evolusi pasar, atau pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalan baru.
      Agroforestry juga memang berperan sebagai kebun dapur yang memasok bahan makanan pelengkap (sayuran, buah, rempah, bumbu). Selain itu melalui keanekaragaman sumber nabati dan hewani agroforestri dapat menggantikan peran hutan alam dalam menyediakan hasil-hasil yang akhir-akhir ini semakin langka dan mahal seperti kayu, rotan, bahan atap, tanaman obat dan binatang buruan.
      Penggunaan benih varietas unggul sudah tidak dapat dipisahkan dari sistem produksi pertanian terutama tanaman pangan yang masih menggunakan benih sebagai satu-satunya sumber perbanyakan tanaman. Penggunaan varietas unggul memang secara nyata dapat meningkatkan hasil panen, namun pada dasarnya varietas unggul merupakan varietas yang memiliki respon tinggi terhadap dosis pemupukan tinggi sehingga apabila dikembangkan pada daerah yang menggunakan input luar dalam tingkat yang rendah, maka resiko kerugian hasil panen akan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal.
      Promosi varietas unggul telah mengakibatkan banyak sekali varietas lokal yang hilang (erosi genetik). Ini berarti bencana bagi petani yang harus menghasilkan tanaman dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan resiko, juga untuk alasan ekonomi maupun ekologi harus berproduksi dengan input kimia yang lebih sedikit pada masa yang akan datang, padahal mereka memiliki sumberdaya alam termasuk varietas lokal yang cukup potensial untuk dikembangkan .
      Untuk menunjang pertanian berkelanjutan yang menggunakan faktor-faktor penunjang produksi (pupuk dan pestisida) dalam jumlah minimal, maka diperlukan suatu perbaikan sistem pengadaan benih ditingkat petani menuju pada sistem benih unggul lokal yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu ditingkat petani perlu diarahkan untuk dapat mengelola sumberdaya genetik yang dimiliki (varietas unggul lokal) dengan sebaik-baiknya, baik dalam hal konservasi varietas, penanganan, maupun penyimpanan benih hingga benih siap digunakan.
      Konservasi semacam ini sangat penting dilakukan sebagai suatu pendekatan yang berorientasi pada petani dalam memasok benih. Suatu pendekatan yang dapat diupayakan dalam pengelolaan sumberdaya genetik adalah pembentukan unit-unit suplai benih yang dibuat dengan cara membentuk unit-unit pertanian kecil untuk memproduksi benih unggul yang cukup memadai untuk kebutuhan lokal. Tentu saja para petani tersebut memerlukan arahan dari unit-unit inspeksi benih terpusat. Jika petani telah terbiasa dengan teknik tersebut, mereka dapat mengambil alih perawatan penangkaran hingga akhirnya menjadi yayasan benih yang bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Pengadaan benih dapat dilakukan pada tingkat desa dengan teknik-teknik yang bersifat padat karya sehingga mengurangi biaya transportasi, yang sekarang menjadi bagian utama yang menentukan harga benih. Apabila sistem ini telah berjalan dengan baik maka kebutuhan petani terhadap 4 (empat) tepat benih ( tepat mutu, jumlah, waktu, dan harga) dapat terpenuhi.

7.      Pengelolaan Hama Terpadu
      Pengendalian hama terpadu adalah upaya mengendalihan tingkat populasi atau tingkat serangan organisme terhadap tanaman dengan menggunakan dua atau lebih teknik pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Perlindungan tanaman dilakukan melalui kegiatan pencegahan, pengendalian dan eradikasi. Dalam perkembangannya, istilah pengendalian berubah menjadi pengelolaan untuk lebih menekankan pada usaha untuk mengurangi populasi organisme yang harus ditangani secara terus menerus sejak dari penanaman, misalnya dengan menentukan jenis tanaman , cara pembukaan lahan, penggarapan tanah, jarak tanam, dan sebagainya. Oleh karena itu istilah pengelolaan hama terpadu dianggap lebih tepat dibandingkan dengan pengendalian hama terpadu.
      Konsep pengelolaan hama terpadu ini sangat sesuai dengan konsep yang diusulkan oleh Peterson pada tahun 1973 yaitu :
1) Secara terpadu memperhatikan semua hama penting,
2) Tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu di bawah ambang ekonomi,
3) Menggabungkan berbagai cara yang kompatibel. Sesedikit mungkin memakai cara buatan tetapi lebih mementingkan penekanan hama oleh faktor-faktor alami,
 5) Selalu didasari oleh pertimbangan ekologi.
      Berdasarkan konsep tersebut maka konsep pengelolaan hama terpadu yang lebih sempuna adalah perlu melibatkan pemerintah seperti Direktorat Imigrasi dimulai dari pencegahan masuknya hama dari luar negri. Untuk lebih jelasnya, konsep pengelolaan yang lebih sempuna yaiu :
1) Pengendalian hama tumbuhan dengan peraturan-peratutan pemerintah. Hama-hama dari luar negri dicegah masuknya dengan peraturan karantina, sedangkan penyakit yang baru saja masuk dicoba dihilangkan dengan usaha eradikasi agar tidak meluas,
2) Penanaman kultivar yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi,
3) Pengendalian dengan cara kultur teknis,
4) Pengendalian dengan cara biologis,
5) Pengendalian secara fisik, serta alternatif terakhir,
6) Pengendalian secara kimia.
      Pengelolaan penyakit pada pertanian berkelanjutan harus didasari dengan kesadaran akan lingkungan, dan kesadaran akan biaya. Jika kerusakan berat sekali dan semua usaha yang dilakukan tidak memberikan hasil, maka tanaman tersebut harus diganti.

C.    Pembuatan Pestisida Organik
      Pestisida organik merupakan ramuan obat-obatan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan alami. Bahan-bahan untuk membuat pestisida organik diambil dari tumbuhan-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Karena dibuat dari bahan-bahan yang terdapat di alam bebas, pestisida jenis ini lebih ramah lingkungan dan lebih aman bagi kesehatan manusia.
      Bila dibandingkan dengan pestisida kimia, pestisida organik mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, lebih ramah terhadap alam, karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk lain. Sehingga dampak racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam bebas. Kedua, residu pestisida organik tidak bertahan lama pada tanaman, sehingga tanaman yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi. Ketiga, dilihat dari sisi ekonomi penggunaan pestisida organik memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Produk pangan non-pestisida harganya lebih baik dibanding produk konvensional. Selain itu, pembuatan pestisida organik bisa dilakukan sendiri oleh petani sehingga menghemat pengeluaran biaya produksi. Keempat, penggunaan pestisida organik yang diintegrasikan dengan konsep pengendalian hama terpadu tidak akan menyebabkan resistensi pada hama.
      Namun ada beberapa kelemahan dari pestisida organik, antara lain kurang praktis. Pestisida organik tidak bisa disimpan dalam jangka lama. Setelah dibuat harus segera diaplikasikan sehingga kita harus membuatnya setiapkali akan melakukan penyemprotan. Selain itu, bahan-bahan pestisida organik lumayan sulit didapatkan dalam jumlah dan kontinuitas yang cukup. Dari sisi efektifitas, hasil penyemprotan pestisida organik tidak secepat pestisida kimia sintetis. Perlu waktu dan frekuensi penyemprotan yang lebih sering untuk membuatnya efektif. Selain itu, pestisida organik relatif tidak tahan terhadap sinar matahari dan hujan. Namun seiring perkembangan teknologi pertanian organik akan banyak inovasi-inovasi yang ditemukan dalam menanggulangi hambatan itu.
1.      Bahan baku pestisida organik
      Bagian tumbuhan yang diambil untuk bahan pestisida organik biasanya mengandung zat aktif dari kelompok metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenolik dan zat-zat kimia lainnya. Bahan aktif ini bisa mempengaruhi hama dengan berbagai cara seperti penghalau (repellent), penghambat makan (anti feedant), penghambat pertumbuhan (growth regulator), penarik (attractant) dan sebagai racun mematikan. Sedangkan, pestisida organik yang terbuat dari bagian hewan biasanya berasal dari urin. Beberapa mikroorganisme juga diketahui bisa mengendalikan hama yang bisa dipakai untuk membuat pestisida. Berikut ini beberapa bahan yang sering digunakan untuk membuat pestisida organik:

Jenis Tanaman
Bagian yang digunakan
Hama/Penyakit yang dikendalikan
Adas
Biji
Kutu (beras, sereal, palawija)
Alang-alang
Rimpang
Antraknosa pada buncis
Babandotan
Seluruh tanaman
Nematode pada kentang
Bawang-bawangan
Umbi
Busuk batang pada panili
Bengkoang
Biji
Ulat pada kubis
Brotowali
Batang
Lalat buahKutu aphids pada cabe
Cabe
Buah
Hama tikus pada tanaman hias
Cengkeh
Bunga
Phytopthora pada lada
Daun wangi
Daun
Lalat buah, bactrocera dorsalis
Gadung
Umbi
Tikus/rodentisida
Jahe
Rimpang
Ulat Plutella xylostella pada kubis
Jambu mete
Kulit
Ulat jambu mete
Jambu biji
Daun
Antraknosa
Jarak
Buah dan daun
Namatoda pada nilam dan jahe, Lalat penggerek daun pada tanaman terung-terungan
Jengkol
Buah
Walangsangit pada cabe
Jeruk nipis
Daun
Busuk hitam pada anggrek
Kacang babi
Biji
Ulat pucuk
Kayu manis
Daun
Pestisida organic
Kemangi
Daun
Busuk hitam pada anggrek
Kencur
Rimpang
Phytoptora pada lada
Acubung
Bunga
Kutu, ulat tanah
Kenikir
Bunga
Walangsangit
Kunyit
Rimpang
Phytoptora pada lada
Lada
Biji, daun
Hama gudang, Antraknosa pada cabe
Lengkuas
Rimpang
AntraknosaSemut pada lada
Mimba
DaunBiji
Antraknosa pada buncis dan cabe, Phytoptora pada tembakau, Belatung, Pengisap polong pada kedelai, Hama pengetam pada kelapa
Mindi
Daun
Ulat penggerek
Mahoni
Biji
Kutu daun pada krisanUlat tanah, Walangsangit, wereng coklat
Pacar cina
Daun
Spodoptera litura pada kedelai dan kubis
Pahitan/kipahit
Daun
Serangga Tribolium castaneum
Patah tulang
Daun
Molusca
Pandan
Daun
Walangsangit
Piretrum
Bunga
Hama gudang
Saga
Biji
Hama gudang sitophilus sp
Selasih
Daun
Lalat buah ( dacus correctus)
Sembung
Daun
Keong emas
Sereh
Batang, daun
Herbisida organic
Sirih
DaunAbu
Antraknosa pada cabeTMV pada tembakau, Hama gudang
Srikaya
Biji
Thrips pada sedap malam, Kutu daun pada kedelai, kacang panjang, jagung, kapas, tembakau
Sirsak
Biji, daun
Wereng coklat pada padi
Tembakau
Daun, batang
Ulat grayak pada famili terung-terungan (tomat, cabe, paprika, terung), Walangsangit
Tembelekan
Biji
Ulat grayak Spodoptera litura pada kedelai, Penggerek polong
Tuba
Akar
Keong mas, Hama gudang

2.      Macam pestisida organik dan cara membuatnya
      Ada berbagai cara atau resep untuk membuat pestisida organik. Hingga saat ini tidak ada standardisasi pembuatan pestisida organik. Resep-resep pestisida organik biasanya didapatkan dari pengalaman para petani, kearifan lokal masyarakat, hasil percobaan para praktisi dan berdasarkan penelitian ilmiah. Berikut ini beberapa cara membuat pestisida organik yang sering digunakan para petani untuk mengendalikan hama dan penyakit.
a. Pengendali serangga penghisap (kepik dan kutu-kutuan)
      Siapkan bahan-bahan berikut, daun surian 1 kg, daun tembakau 1kg, daun lagundi 1 kg, daun titonia 1 kg, air kelapa sebanyak 2 liter, gambir 0,5 ons, garam dapur 1 ons dan air panas 500 ml. Kemudian siapkan penumbuk dari batu. Tumbuk daun tembakau, daun surian daun lagundi dan daun titania, aduk hingga rata. Apabila sudah lembut, rendam dalam air kelapa dan aduk-aduk. Kemudian ekstrak campuran tersebut dengan cara diperas dengan kain. Saring kembali hasil perasan dan tambahkan garam lalu kocek larutan. Siapkan cairan gambir dengan cara melarutkan setengah ons gambir dalam 500 ml air panas, lalu saring dengan kain halus. Langkah terakhir campurkan larutan daun-daunan dan larutan gambir. Masukkan dalam botol atau jerigen plastik. Ramuan pestisida organik siap untuk digunakan.
      Cara menggunakan pestisida organik ini adalah dengan mengencerkan 500 ml larutan dalam 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Lakukan penyemprotan pada pucuk tanaman terlebih dahulu kemudian permukaan atas dan bawah daun. Frekuensi penyemprotan dianjurkan dua kali seminggu hingga populasi larva atau kutu berkurang dan tidak membahayakan lagi.
b. Pengendali ulat pemakan daun
      Siapkan bahan-bahan yang diperlukan antara lain, air kelapa 2 liter, ragi tape 1 butir, bawang putih 4 ons, deterjen 0,5 ons dan kapur tohor 4 ons. Langkah pertama adalah tumbuk bawang putih hingga halus. Kemudian larutkan deterjen kedalam air kelapa dan aduk hingga merata. Setelah itu, masukan hasil tumbukan bawang putih, ragi tape dan kapur tohor. Saring campuran tersebut dengan kain halus. Langkah terakhir, fermentasikan cairan selama 20 hari dalam wadah tertutup. Pestisida organik pengusir ulat daun siap digunakan.
      Cara penggunaan, encerkan larutan pestisida organik sebanyak 500 ml dengan 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Frekuensi penggunaan sebanyak 2 kali seminggu, lakukan terus sampai serangan ulat menurun sampai taraf aman.
c. Pengendali penyakit cendawan atau jamur
      Siapkan bahan-bahan berikut, daun dakinggang gajah 5 ons, lengkuas 3 ons, jahe 3 ons, bawang putih 3 ons dan ekstrak titonia 3 liter. Tumbuk daun galinggang gajah, kemudian parut jahe dan lengkuas. Siapkan larutan daun titonia dengan cara menumbuk daun titonia hingga halus dan campurkan dengan 3 liter air, kemudian saring dengan kain halus. Setelah itu, masukkan bahan-bahan yang telah ditumbuk dan diparut ke dalam larutan titonia, aduk hingga merata. Saring dan peras campuran tersebut. Pestisida organik pengendali cendawan atau jamur siap digunakan.
      Penggunaan, encerkan 500 ml pestisida organik ini dengan 10 liter air, aduk hingga rata dan masukkan kedalam tangki semprotan. Penyemprotan dilakuan pada seluruh bagian tanaman seperti pucuk, daun dan batang. Frekuensi penggunaan yang dianjurkan 2 kali dalam seminggu hingga serangan melemah.
d. Pengendali penyakit yang disebabkan bakteri
      Siapkan bahan-bahan berikut, daun sirih satu ikat, kunyit 2 ons, bawang putih 3 ons dan ekstrak daun titonia 3 liter. Tumbuk bahan-bahan tersebut satu per satu atau secara bersamaan. Rendam dalam ekstrak daun titonia selama beberapa menit, kemudian saring dengan kain halus. Pestisida pengusir bakteri siap digunakan. Cara penggunaannya dengan mengencerkan 500 ml larutan dalam 10 liter air. Frekuensi penggunaan 2 kali dalam seminggu.
e. Pengendali serangga penghisap, kepik dan kutu-kutuan dari daun inggu
      Siapkan daun inggu 1,5 kg, bunga tahi ayam 1,5 kg, gambir 0,5 ons, air kelapa 3 liter dan air bersih panas 500 ml. Daun inggu dan bunga tahi ayam ditumbuk hingga halus dan rendam dalam air kelapa. Peras dan saring campuran tersebut. Lalu siapkan larutan gambir dengan air panas yang sudah disaring. Camprkan dual larutan tersebut, pestisida organik daun inggu siap digunakan.
Cara penggunaan, 1 liter pestisida organik diencerkan dengan 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Semprot seluruh bagian tanaman, frekuensi penyemprotan seminggu dua kali.
f. Pengendali antraknosa pada tanaman cabe
      Siapkan daun galinggang gajah 2,5 ons; daun tembakau 2,5 ons; daun thitonia 2,5 ons; daun lagundi 2,5 ons; garam 1 ons dan gambir 3 buah. Tumbuk halus daun galinggang, tembakau,thitonia dan daun lagun. Kemudian masukan kedalam ember yang berisi 1 liter air bersih, lalu tambahkan garam dan biarkan selama satu malam. Setelah itu saring larutan tersebut dan peras airnya sampai kering. Cairkan tiga buah gambir dengan satu gelas air panas dan campurkan kedalam larutan, aduk hingga merata. Pestisida organik untuk mengendalikan antraknosa yang biasa menyerang tanaman cabe siap digunakan.
      Cara menggunakannya, masukkan larutan di atas ke dalam tangki semprot 15 liter. Penuhkan dengan air bersih dan aduk-aduk. Penggunaan pestisida organik ini sebiknya dilakukan sejak tanaman cabe mulai berbuah, semprotkan seminggu sekali. Kemudian amati tanaman, apabila ada buah cabe yang terserang antraknosa segera dipetik dan dibuang keluar lahan. Hendaknya penyemprotan dilakukan pagi atau sore hari. Air semprotan harus berbentuk kabut biar merata dan teknik penyemprotan dilakukan dari bawah ke atas. Pada musim hujan kita bisa menambahkan garam sebanyak 2,5 ons lagi pada larutan.
      Berdasarkan pengalaman, pestisida organik ini bisa mengendalikan serangan antraknosa sampai 80 %. Ramuan tidak tahan lama dan masih bisa dipakai selagi aromanya masih khas. Apabila aromanya sudah berubah maka kemampuannya pun sudah menurun. Sebaiknya dibuat setiap kali kita akan memakai.



D.    Macam – macam dan Ciri - ciri Hama/Penyakit pada Tumbuhan dan Cara Mengendalikannya

1. Tikus
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404104527.jpg

Kerajaan          : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas               : Mammalia
Ordo                : Rodentia
Superfamili      : Muroidea
Famili              : Muridae

Gejala serangan:
1. Tikus menyerang berbagai tumbuhan.
2. Menyerang di pesemaian, masa vegetatif, masa generatif, masa panen, tempat penyimpanan.
3. Bagian tumbuhan yang disarang tidak hanya biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda.
4. Tikus membuat lubang-lubang pada pematang sawah dan sering berlindung di semak-semak.

Pengendaliannya:
1. Membongkar dan menutup lubang tempat bersembunyi para tikus dan menangkap tikusnya.
2. Menggunakan musuh alami tikus, yaitu ular.
3. Menanam tanaman secara bersamaan agar dapat menuai dalam waktu yang bersamaan pula sehingga tidak ada kesempatan bigi tikus untuk mendapatkan makanan setelah tanaman dipanen.
4. Menggunakan rodentisida (pembasmi tikus) atau dengan memasang umpan beracun, yaitu irisan ubi jalar atau singkong yang telah direndam sebelumnya dengan fosforus. Peracunan ini sebaiknya dilakukna sebelum tanaman padi berbunga dan berbiji. Selain itu penggunaan racun harus hati-hati karena juga berbahaya bagi hewan ternak dan manusia.


2. Wereng
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404104706.jpg

Kerajaan          : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Hemiptera
Upaordo          : Auchenorrhyncha
Infraordo         : Fulgoromorpha
Superfamili      : Fulgoroidea

Gejala serangan:
1. Menyebabkan daun dan batang tumbuhan berlubang-lubang.
2. Daun dan batang kemudian kering, dan pada akhirnya mati.



Pengendaliannya:
1. Pengaturan pola tanam, yaitu dengan melakukan penanaman secara serentak maupun dengan pergiliran tanaman. Pergiliran tanaman dilakukan untuk memutus siklus hidup wereng dengan cara menanam tanaman palawija atau tanah dibiarkan selama 1 s/d 2 bulan.
2. Pengandalian hayati, yaitu dengan menggunakan musuh alami wereng, misalnya laba-laba predator Lycosa Pseudoannulata, kepik Microvelia douglasi dan Cyrtorhinuss lividipenis, kumbang Paederuss fuscipes, Ophinea nigrofasciata, dan Synarmonia octomaculata.
3. Pengandalian kimia, yaitu dengan menggunakan insektisida, dilakukan apabila cara lain tidak mungkin untuk dilakukan. Penggunaan insektisida diusahakan sedemikan rupa sehingga efektif, efisien, dan aman bagi lingkungan.

3. Walang Sangit
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404104734.jpg

Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Hemiptera
Famili: Alydidae
Genus: Leptocorisa
Spesies: Leptocorisa acuta

Gejala serangan:
1. Menghisap butir-butir padi yang masih cair.
2. Biji yang sudah diisap akan menjadi hampa, agak hampa, atau liat.
3. Kulit biji iu akan berwarna kehitam-hitaman.
4. Walang sangit muda (nimfa) lebih aktif dibandingkan dewasanya (imago), tetapi hewan dewasa dapat merusak lebih hebat karenya hidupnya lebih lama.
5. Walang sangit dewasa juga dapat memakan biji – biji yang sudah mengeras, yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat.
6. Faktor – faktor yang mendukung yang mendukung populasi walang sangit antara lain sebagai berikut:
- Sawah sangat dekat dengat perhutanan.
- Populasi gulma di sekitar sawah cukup tinggi.
- Penanaman tidak serentak

Pengendaliannya:
1. Menanam tanaman secara serentak.
2. Membersihkan sawah dari segala macam rumput yang tumbuh di sekitar sawah agar tidak menjadi tempat berkembang biak bagi walang sangit.
3. Menangkap walang sangit pada pagi hari dengan menggunakan jala penangkap.
4. Penangkapan menggunakan unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau dengan alga.
5. Melakukan pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator alami beruba laba-laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit.
6. Melakukan pengendalian kimia, yaitu dengan menggunakan insektisida.

4. Ulat
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404105136.jpg

Gejala serangan:
1. Aktif memakan dedaunan bahkan pangkal batang, terutama pada malam hari.
2. Daun yang dimakan oleh ulat hanya tersisa rangka atau tulang daunya saja.

Pengendaliannya:
1. Membuang telur-telur kupu-kupu yang melekat pada bagian bawah daun.
2. Menggenangi tempat persemaian dengan air dalam jumlah banyak sehingga ulat akan bergerak ke atas sehingga mudah untuk dikumpulkan dan dibasmi.
3. Apabila kedua cara diatas tidak berhasil, maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan pertisida.

5. Tungau
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404105150.png

Gejala serangan:
1. Tungau (kutu kecil) bisaanya terdapat di sebuah bawah daun untuk mengisap daun tersebut.
2. Pada daun yang terserang kutu akan timbul bercak-bercak kecil kemudian daun akan menjadi kuning lalu gugur.

Pengendaliannya:
1. Hama ini dapat diatasi dengan cara mengumpulkan daun-daun yang terserang hama pada suatu tempat dan dibakar.

6. Lalat bibit (Atherigona exigua, A. Oryzae)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404105309.jpg

Karajaan          : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kalas               : Insecta
Ordo                : Diptera
Famili              : Muscidae

Gejala serangan:
1. Lalat bibit meletakkan telur pada pelepah daun padi pada senja hari.
2. Telur menetas setelah dua hari dan larva merusak titik tumbuh. Pupa berwarna kuning kecoklatan terletak di dalam tanah. Setelah keluar dari pupa selama 1 minggu menjadi imago yang siap kimpoi.
3. Hama ini menyerang terutama pada kondisi kelembaban udara tinggi.

Pengendaliannya:
1. Pengendaliannya diutamakan pada penanaman varitas yang tahan.

7. Anjing tanah atau orong-orong (Gryllotalpa hirsuta atau Gryllotalpa African)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404110737.jpg

kingdom          : Animalia
Filum               : Arthropoda
Klas                 : Insecta
Ordo                : Orthoptera
Genus              : Gryllotalpa
spesies             : Gryllotalpa hirsuta
Gejala serangan:
1. Hidup dibawah tanah yang lembab dengan membuat terowongan.
2. Memakan hewan-hewan kecil (predator), tetapi tingkat kerusakan tanaman lebih besar dari pada manfaatnya sebagai predator.
3. Nimfa muda memakan humus dan akar tanaman, imago betina sayapnya berkembang setengah, yang jantan dapat mengerik di senja hari.

Pengendaliannya:
1. Pengendaliannya diarahkan pada pengolahan tanah yang baik agar terowongan rusak.







8. Uret (Exopholis hypoleuca, Leucopholis rorida, Phyllophaga helleri)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404105831.jpg

Raya                : Animalia
filum                : Arthropoda
Selama Suku   : Hexapoda
Kelas               : Insecta
perangkat        : Coleoptera
Superfamili      : Scarabaeoidea
keluarga           : Melolonthidae
genus               : Exopholis
Spesies            : Exopholis hypoleuca



Gejala serangan:
1. Uret yang merusak tanaman padi terdiri dari spesies Exopholis hypoleuca, Leucopholis rorida, Phyllophaga helleri
2. Perkembangan hidup ketiga uret tersebut sama yaitu dari telur – larva (uret) – pupa – imago (kumbang).
3. Kumbang hanya makan sedikit daun-daunan dan tidak begitu merusak dibanding uretnya.

Pengendaliannya:
1. Pengendalian diarahkan pada sistem bercocok tanam yang baik agar vigor tanaman baik.

9. Ganjur (Orseolia oryzae)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404105947.jpg

Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Diptera
Suborder         : Nematocera
Family             : Cecidomyiidae
Genus              : Orseolia
Species            : O. oryzae

Gejala serangan:
1. Hama ganjur sejenis lalat ordo Diptera. Ngengat betina hanya kimpoi satu kali seumur hidupnya, bertelur antara 100-250 telur. Telur berwarna coklat kemerahan dan menetas setelah 3 hari.
2. Larva makan jaringan tanaman diantara lipatan daun padi, pertumbuhan daun padi jadi tidak normal.
3. Pucuk tanaman menjadi kering dan mudah dicabut. Masa larva selama 6 – 12 hari. Siklus hidup keseluruhan 19 – 26 hari.

Pengendaliannya:
1. Pengendalian diarahkan pada penanaman varietas yang resisten, penggenangan areal pertanaman sesudah panen agar pupanya mati.

10. Pengorok daun atau hama putih (Nymphola depunctalis) dan hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404110200.jpg

Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Lepidoptera
Family             : Pyralidae
Genus              : Nymphula
Species            : depunctalis

Gejala serangan:
1. Pengorok daun atau hama putih (Nymphola depunctalis) menyerang daun padi sejak dipesemaian hingga dilapang.
2. Daun padi yang telah dikorok menjadi putih, tinggal kerangka daunnya saja.
3. Larva bersifat semi aquatik, memanfaatkan air sebagai sumber oksigen.
4. Larva membuat gulungan/kantung dari daun padi kemudian menjatuhkan diri ke air. Larva berwarna hijau, perkembangan sampai menjadi pupa 14 s/d 20 hari. Stadia pupa 4 s/d 7 hari.

Pengendaliannya:
1. Meniadakan genangan air pada pesemaian sehingga larva tidak dapat memanfaatkan air sebagai sumber oksigen.
2. Lalat Tabanidae dan semut Solenopsis gemitata merupakan musuh alami.

11. Penggerek jagung (Ostrinia furnacalis)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404110324.jpg
Kingdom         : Animalia 
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Lepidoptera
Family             : Crambidae
Subfamily        : Pyraustinae
Genus              : Ostrinia
Species            : O. furnacalis

      Ostrinia furnacalis adalah spesies ngengat dalam keluarga Crambidae, ngengat rumput. Hal ini dikenal dengan nama umum penggerek batang jagung Asia. Distribusinya meluas dari Cina ke Australia. Hal ini dikenal sebagai hama pertanian pada beberapa tanaman, terutama jagung. Ini adalah salah satu hama jagung terburuk di Jepang dan China. Hal ini telah menyerang tanaman jagung di Guam dan Kepulauan Mariana Utara. Hal ini dapat ditemukan di Jawa, Sulawesi, Filipina, Kalimantan, Papua, yang Solomon Islands, dan Mikronesia. Kemungkinan serangga hama terburuk pada jagung di wilayah Pasifik barat Asia, dan salah satu hama terburuk keseluruhan, kedua hanya untuk penyakit bulai jagung.


Gejala serangan:
1. Menyebabkan batang jagung retak dan patah.
2. Kupu sebagai induk dari hama Ostrinia furnacalis muncul di pertanaman pada malam hari, antara pk. 20.00 sampai pk. 22.00 dan meletakkan telurnya pada jam-jam tersebut. Kupu betina meletakkan telur sebanyak 300-500 butir pada daun ketiga. Telur berwarna putih kekuningan diletakkan di bawah permukaan daun secara berkelompok. Biasanya ditutupi oleh bulu-bulu.
3. Setelah 4-5 hari telur menetas, ulat akan masuk ke dalam batang setelah berumur 7-10 hari melalui pucuknya dan sering merusak malai yang belum keluar. Selanjutnya ulat menggerek ke dalam batang dan kebanyakan pada ruas batangnya, dan setelah habis digereknya pula ruas yang disebelah bawah. Umur ulat 18-41 hari
4. Gejala serangan ulat yang masih muda, tanda daun kelihatan garis-garis putih bekas gigitan.
5. Serangan berikutnya tampak adanya lubang gerekan pada batang yang disertai adanya tepung gerek berwarna coklat. Apabila batang jagung patah, tanaman akan mati.
6. Tanaman inang selain jagung adalah cantel, Panicum viride, bayam dan gulma Blumea lacera.

Pengendaliannya:
1. Dengan cara pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan merupakan inangnya.
2. Tanaman yang terserang dipotong dan ditimbun dalam tanah atau diberikan pada hewan ternak.
3. Menghilangkan tanaman inang yang lain yang tumbuh diantara dua waktu tanam.
4. Membersihkan rumput-rumputan
5. Cara kimiawi, pengendalian dilakukan sebelum ulat masuk ke dalam batang. Beberapa jenis insektisida yang dinyatakan efektif adalah: Azodrin 15 WSC, Nogos 50 EC, Hostation 40 EC, Karvos 20 EC.

12. Kutu daun persik (Myzus persicae)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404111201.jpg

Kingdom         : Animalia 
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Hemiptera
Family             : Aphididae
Genus              : Myzus
Species            : M. persicae

      Myzus persicae, yang dikenal sebagai persik kutu hijau atau kutu peach-kentang, adalah kutu kecil berwarna hijau. Ini adalah hama kutu yang paling signifikan dari pohon persik, menyebabkan penurunan pertumbuhan, mengerut dari daun dan kematian dari berbagai jaringan. Hal ini juga berbahaya karena bertindak sebagai vektor untuk pengangkutan virus tanaman, seperti virus kentang Y dan kentang leafroll virus kepada anggota keluarga nightshade / kentang Solanaceae, dan berbagai virus mosaik banyak tanaman pangan lainnya.

Gejala serangan:
1. Kutu daun persik memiliki alat tusuk isap, biasanya kutu ini ditemukan dipucuk dan daun muda tanaman cabai.
2. Mengisap cairan daun, pucuk, tangkai bunga dan bagian tanaman yang lain sehingga daun jadi keriting dan kecil warnanya brlang kekuningan, layu dan akhirnya mati.
3. Melalui angin kutu ini menyebar ke areal kebun.
4. Efek dari kutu ini menyebabkan tanaman kerdil, pertumbuhan terhambat, daun mengecil.
5. Kutu ini mengeluarkan cairan manis yang dapat menutupi permukaan daun akan ditumbuhi cendawan hitam jelaga sehingga menghambat proses fotosintesis. Kutu ini juga ikut andil
dalam penyebaran virus.

Pengendaliannya:
1. Pengendalian dengan cara menanam tanaman perangkap (trap crop) di sekeliling kebun cabai seperti jagung.
2. Pengendalian dengan kimia seperti Curacron 500 EC, Pegasus 500 SC, Decis 2,5 EC, Hostation 40 EC, Orthene 75 SP

13. Thrips/kemreki (Thrips parvispinus)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404111406.gif

Gejala serangan:
1.          Daun yang cairannya diisap menjadi keriput dan melengkung ke atas.
2.          Thrips sering bersarang di bunga, ia juga menjadi perantara penyebaran virus. sebaiknya dihindari penanaman cabai dalam skala luas dapa satu hamparan

Pengendaliannya:
1. Dengan pergiliran tanaman adalah langkah awal memutus perkembangan Thrips.
2. Memasang perangkap kertas kuning IATP (Insect Adhesive Trap Paper), dengan cara digulung dan digantung setinggi 15 Cm dari pucuk tanaman.
3. Pengendalian dengan insektisida secara bijaksana. Yang dapat dilih antara lain Agrimec 18 EC, Dicarzol 25 SP, Mesurol 50 WP, Confidor 200 SL, Pegasus 500 SC, Regent 50 SC, Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Hostathion 40EC, Mesurol 50 WP. Dosis penyemprotan disesuaikan dengan label kemasan

14. Ulat grayak (Spodoptera litura)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404111609.jpg

Kingdom         : Animalia 
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Lepidoptera
Family             : Noctuidae
Genus              : Spodoptera
Species            : S. litura

Gejala serangan:
1. Daun bolong-bolong pertanda serangan ulat grayak. Kalau dibiarkan tanaman bisa gundul atau tinggal tulang daun saja.
2. Ia juga memakan buah hingga berlubang akibatnya cabe tidak laku dijual.

Pengendaliannya:
1. Dengan cara mengumpulkan telur dan ulat-ulat langsung membunuhnya.
2. Menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyian hama dan pergiliran tanaman.
3. Pasang perangkap ngengat UGRATAS, dengan cara dimasukkan kedalam botol bekas air mineral ½ liter yang diberi lubang kecil sebagai sarana masuknya kupu jantan. Karena UGRATAS adalah zat perangsang sexual pada serangga jantan dewasa dan sangat efektif untuk dijadikan perangkap.
4. Jika terpaksa atasi serangan ulat grayak dengan Decis 2,5 EC, Curacron 500 EC, Orthene 75 Sp, Match 50 EC, Hostathion 40 EC, Penyemprotan kimia dengan cara bergantian agar tidak terjadi kekebalan pada hama.

15. Lalat buah (Dacus ferrugineus Coquillet atau Dacus dorsalis Hend)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404111905.jpg

Kingdom         : Animalia 
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Diptera
Family             : Tephritidae
Genus              : Bactrocera
Subgenus         : Bactrocera
Species            : B. dorsalis

      Bactrocera dorsalis merupakan spesies lalat buah Tephritidae yang endemik Asia Tenggara, tetapi juga telah diperkenalkan ke Hawaii, Kepulauan Mariana dan Tahiti. Ini adalah salah satu spesies hama utama dalam genus Bactrocera dengan kisaran inang yang luas dibudidayakan dan liar buah-buahan, kedua kerusakan hanya untuk B. papayae.

Gejala serangan:
1. Lalat ini menusuk pangkal buah cabe yang terlihat ada bintik hitam kecil bekas tusukan lalat buah untuk memasukkan telur.
2. Buah yang terserang akan menjadi bercak-bercak bulat, kemudian membusuk, dan berlobang.
3. Setelah telur menetas jadi larva (belatung) dan hidup di dalam buah sampai buah rontok dan membusuk larva akan keluar ke tanah dan seminggu kemudian berubah menjadi lalat muda.

Pengendaliannya:
1. Lakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai perkembangan lalat.
2. Kumpulkan semua buah cabai yang terserang dan musnahkan.
3. Kendalikan dengan perangkap metil eugenol yang sangat efektif dengan cara memasukkan metil eugenol dalam kapas ke botol bekas air mineral yang telah diolesi minyak goreng, atau diberi air. Gantungkan perangkap di pingir kebun.
4. Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan Buldok, Lannate, Tamaron, Curacron 500 EC.

16. Belalang
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404112331.jpg

Kerajaan          : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Upaordo          : Caelifera

      Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.

Gejala serangan:
1. Gejala penyerangan hama belalang ini sama dengan ulat, yaitu daun menjadi rombeng.

Pengendaliannya:
1. Hama ini dapat ditanggulangi dengan penangkapan secara manual.
2. Tangkap belalang yang belum bersayap atau saat masih pagi dan berembun biasanya belalang tidak dapat terbang dengan sayap basah.

17. Kutu perisai
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404112740.jpg

Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Kepala bawah : Hexapoda
Kelas               : Insecta
Jenis                : Hemiptera
Keluarga          : Coccoidea
Keluarga          : Diaspididae
Genus              : Parlatoria
Spesies            : Parlatoria proteus

Gejala serangan:
1. Hama ini menyerang bagian daun.
2. Kutu ini biasanya terdapat koloni dengan membentuk barisan di bagian tulang daun.

Pengendaliannya
1. Dapat diatasi menggunakan insektisida sistemik dengan bahan aktif acephate.

18. Spider mite
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404113246.jpg

Kingdom         : Animalia 
Phylum            : Arthropoda
Class                : Arachnida
Subclass          : Acari
Order               : Trombidiformes
Superfamily     : Tetranychoidea
Family             : Tetranychidae

Gejala serangan:
1. Spider mite mengisap cairan pada tanaman.
2. Serangan hama ini mengakibatkan daun berwarna kuning, kemudian muncul bercak-bercak
pada bagian yang diisap cairannya.
3. Serangan Spider mite secara besar bisa mengakibatkan daun habis dan tanaman mati.
Spider mite lebih kebal terhadap insektisida.

Pengendaliannya:
1. Disarankan menggunakan akarisida

19. Fungus gnats
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404113430.JPG

      Agas jamur kecil, gelap, lalat berumur pendek, keluarga Sciaridae, Diadochus, Diatomyidae, Keroplatidae, Bolitophilidae, dan Mycetophilidae (order Diptera); mereka kadang-kadang ditempatkan dalam superfamili Mycetophilidae.
     Larva serangga jamur memakan akar tanaman dan jamur, yang membantu dalam dekomposisi bahan organik. Orang-orang dewasa yang 2-5 mm panjang dan penyerbuk penting yang dapat membantu spora jamur menyebar serta serbuk sari tanaman. Hal ini juga mencatat bahwa mereka melakukan penyakit kaki mereka seperti Pythium. [1] Mereka mungkin cukup menjengkelkan bagi manusia karena mereka terbang ke wajah mereka, mata, dan hidung. Membersihkan rumah dari jamur yang mereka berkembang dianjurkan.

Gejala serangan:
1. Adalah serangga yang berbentuk seperti nyamuk berwarna hitam.
2. Larvanya yang berbentuk seperti cacing hidup di dalam media tanam dan sering makan akar halus tanaman.
3. Fungus gnats dewasa merusak seludang bunga, dengan gejala serangan munculnya bintik-bintik hitam pada seludang bunga.

Pengendaliannya:
1. Pada fase masih menjadi larva, maka penanganannya dilakukan dengan menaburkan Nematisida seperti Furadan G ke media tanam.
2. Sedangkan pada fase dewasa, dilakukan penyemprotan insektisida.

20. Cacing liang (Radhopolus Similis)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404113720.jpg

Kingdom         : Animalia 
Phylum            : Nematoda
Class                : Secernentea
Subclass          : Diplogasteria
Order               : Tylenchida
Family             : Pratylenchidae
Genus              : Radopholus
Species            : R. similis

      Radopholus similis adalah spesies nematoda yang dikenal dengan nematoda menggali. Ini adalah parasit tanaman, dan itu adalah hama banyak tanaman pertanian. Ini merupakan hama yang sangat penting dari pisang dan jeruk, dan dapat ditemukan di kelapa, alpukat, kopi, tebu, rumput lainnya, dan tanaman hias. Ini adalah endoparasit migrasi akar, menyebabkan lesi yang membentuk Kanker. Tanaman yang terinfeksi mengalami kekurangan gizi.

Gejala serangan:
1. Menghisap cairan pada akar tanaman.
2. Tanaman yang terserang hama ini adalah tanaman menjadi lambat tumbuh dan kerdil serta
menghasilkan bunga yang kecil.

Pengendaliannya:
1. Untuk mengatasinya digunakan Nematisida seperti Furadan G yang ditaburkan pada media tanam sesuai aturan yang tertera dalam kemasan.
2. Aplikasi pestisida pada tanaman hias sebaiknya digunakan secara bijak, mengingat dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Karena umumnya tanaman hias diletakkan berdekatan dengan manusia, disamping juga pertimbangan akan adanya kemungkinan serangga menjadi semakin kebal dengan insektisida yang digunakan.

21. Penyakit Rebah Kecambah (Phytium spp, Sclerotium sp dan Rhizoctonia sp.)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404114149.jpg

Kingdom         : Chromalveolata 
Phylum            : Heterokontophyta
Class                : Oomycota
Order               : Pythiales
Family             : Pythiaceae
Genus              : Pythium

      Pythium adalah genus dari Oomycetes parasit. Kebanyakan spesies parasit tanaman, tetapi Pythium insidiosum merupakan patogen penting dari hewan. Mereka sebelumnya diklasifikasikan sebagai jamur; kaki nyamuk jamur sering vektor untuk transmisi mereka.

Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404114433.jpg


Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404114411.jpg

Gejala serangan:
1. Penyakit ini menyerang pada tembakau.
2. Pada umumnya menyerang di pembibitan, dengan gejala serangan pangkal bibit berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna coklat dan akhirnya bibit roboh.
3. Penyakit biasanya menyerang didaerah dengan suhu 240C, kelembaban di atas 85 % drainase buruk curah hujan tinggi dan pH tanah 5,2 – 8,5.

Pengendaliannya:
1. Penyakit ini dapat diatasi dengan pengaturan jarak tanam pembibitan.
2. Disinfeksi tanah sebelum penaburan benih atau penyemprotan pembibitan.
3. Pencelupan bibit sebelum tanam dengan fungisida netalaksil 3 g/liter air Mankozep (2 – 3 g/liter air), Benomil 2 – 3 g/liter air dan Propanokrab Hidroklorida 1 - 2 ml/l air.

22. Penyakit Lanas (disebabkan cendawan Phytophthora nicotianae var Breda deHaan)


Kingdom         : Chromalveolata
Phylum            : Oomycota
Class                : Oomycetes
Subclass          : Incertae sedis
Order               : Pythiales
Family             : Pythiaceae
Genus              : Phytophthora
Species            : P. nicotianae


Gejala serangan:
1. Penyakit ini menyerang pada tembakau.
2. Tanaman yang daunnya masih hijau mendadak terkulai layu dan akhirnya mati, pangkal batang dekat permukaan tanah busuk berwarna coklat dan apabila dibelah empulur tanaman bersekat-sekat.
3. Daunnya terkulai kemudian menguning tanaman layu dan akhirnya mati.
4. Bergejala nekrosis berwarna gelap terang (konsentris) dan setelah prosesing warnanya lebih coklat dibanding daun normal.

Pengendaliannya:
1. Melakukan sanitasi pengolahan tanah yang matang, memperbaiki drainase, penggunaan pupuk kandang yang telah masak.
2. Rotasi tanaman minimal 2 tahun dan menggunakan varietas tahan seperti Coker 48, Coker 206 NC85, DB 102, Speight G-28, Ky 317, Ky 340, Oxford 1, dan Vesta 33.
3. Dengan penyemprotan fungisida pada pangkal batang dengan menggunakan fungisida Mankozeb 2 – 3 g/liter air, Benomil 2 -3 g/liter air, Propanokarb Hidroklorida 1 – 2 ml air dan bubur bordo 1 – 2 %.

23. Virus Penyakit Kerupuk (Tabacco Leaf Corl Virus = TLCV).
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404114705.jpg

Family             : Geminiviridae 
Genus              : Begomovirus
Species            : Tobacco leaf curl virus

      Virus krupuk tembakau merupakan salah satu patogen yang dapat menyerang tanaman tembakau. Infeksi virus krupuk tembakau mengakibatkan gejala krupuk pada tanaman sebingga menurunkan kualitas daun tembakau yang akan dipergunakan sebagai bahan pembungkus cerutu.

Gejala serangan:
1. Penyakit ini menyerang pada tembakau.
2. Daun terlihat agak berkerut, tepi daun melengkung ke atas, tulang daun bengkok, daun menebal, atau sampai daun berkerut dan sangat kasar.

Pengendaliannya:
1. Memberantas vektor lalat putih (Bemisia tabaci) dengan insektisida dimetoat atau imedakloprid.

24. Kutu Daun Tembakau (Myzus persicae)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404115211.png

Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Ordo                : Hemiptera
Family             : Aphididae
Genus              : Myzus
Species            : M. persicae

      Myzus persicae, yang dikenal sebagai persik kutu hijau atau kutu peach-kentang, adalah kutu kecil berwarna hijau. Ini adalah hama kutu yang paling signifikan dari pohon persik, menyebabkan penurunan pertumbuhan, mengerut dari daun dan kematian dari berbagai jaringan. Hal ini juga berbahaya karena bertindak sebagai vektor untuk pengangkutan virus tanaman, seperti virus kentang Y dan leafroll kentang virus kepada anggota nightshade / keluarga Solanaceae kentang, dan berbagai virus mosaik banyak tanaman pangan lainnya

Gejala serangan:
1. Kutu ini merusak tanaman tembakau.
2. Menghisap cairan daun tanaman, menyerang di pembibitan dan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.
3. Kutu ini menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi lengket dan ditumbuhi cendawan berwarna hitam.
4. Kutu daun secara fisik mempengaruhi warna, aroma dan tekstur dan selanjutnya akan mengurangi mutu dan harga.
5. Secara Khemis kutu daun mengurangi kandungan alkoloid, gula, rasio gula alkoloid dan maningkatkan total nitrogen daun.
6. Kutu daun dapat menyebabkan kerugian sampai 50 %, kutu daun dapat menyebabkan kerugian 22 – 28 % pada tembakau flue-cured.

Pengendaliannya:
1. Mengurangi pemupukan N dan melakukan penyemprotan insektisida yaitu apabila lebih besar dari 10 % tanaman dijumpai koloni kutu tembakau (setiap koloni sekitar 50 ekor kutu).
2. Pestisida yang digunakan yaitu jenis imidaklorid.

25. Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404115412.JPG

Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insecta
Order               : Lepidoptera
Family             : Gracillariidae
Genus              : Conopomorpha
Species            : C. cramerella

      The kakao penggerek (Conopomorpha cramerella) adalah ngengat dari keluarga Gracillariidae. Hal ini diketahui dari Arab Saudi, Cina, India (West Bengal, Kepulauan Andaman), Thailand, Brunei, Indonesia (Sumatera, Sulawesi, Irian Jaya, Jawa, Kalimantan, Maluku), Malaysia (Semenanjung, Sarawak, Sabah), Vietnam, Australia , New Britain, Filipina, Samoa, Kepulauan Solomon, Sri Lanka, Taiwan, dan Vanuatu.

Gejala serangan:
1. Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal, yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas keluar larva.
2. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.

Pengendaliannya:
1. Karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK
2. Pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4m sehingga memudahkan saat pengendalian dan panen
3. Mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa panen dibenam
4. Menyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong plastik dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga mencegah serangan hama helopeltis dan tikus
5. Cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.



26. Kepik penghisap buah (Helopeltis spp)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404115542.jpg

Taksonomi Kepik Penghisap Buah (KPB) Kakao : 
1. Kingdom     : Animalia
2. Phillum        : Arthropoda
3. Kelas           : Insekta
4. Ordo            : Hemiptera
5. Famili          : Miridae
6. Genus          : Helopeltis
7. Spesies        : Helopeltis antonii

      Hama ini merupakan salah satu hama utama tanaman kakao di Indonesia menyerang buah dan tunas muda. Serangan pada buah muda  menyebabkan buah mati, sedangkan pada buah tua menyebabkan bentuk buah abnormal. Serangan pada buah dapat menurunkan daya hasil 42% (Wardoyo, 1988). Sedangkan serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk tanaman dapat menekan produksi kakao 36-75% (Sulistyowati dan Sardjono, 1988). Selain kakao, hama ini dapat menyerang tanaman jambu mete, kina, kapok, rambutan dan teh. Penyebaran hama meliputi Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Gejala serangan:
1. Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman dengan ukuran bercak relatif kecil (2-3 mm) dan letaknya cenderung di ujung buah.
2. Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk.
3. Bila serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan meranggas.

Pengendaliannya:
1. Pengendalian yang efektif dan efisien sampai saat ini dengan insektisida pada areal yang terbatas yaitu bila serangan helopeltis <15 % sedangkan bila serangan >15% penyemprot-an dilakukan secara menyeluruh.
2. Dikendalikan secara biologis, menggunakan semut hitam. Sarang semut dibuat dari daun kakao kering atau daun kelapa diletakkan di atas jorket dan diolesi gula.

27. Penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404115912.jpg

Kingdom         : Protista
Phylum            : Heterokontophyta
Class                : Oomycetes
Order               : Peronosporales
Family             : Pythiaceae
Genus              : Phytophthora
Species            : P. palmivora

      Phytophthora palmivora merupakan salah satu patogen tumbuhan yang menyerang berbagai tumbuhan budidaya. Anggota Oomycetes ini memiliki spektrum target yang luas, baik tumbuhan monokotil maupun dikotil. Tanaman budidaya yang biasa diserangnya adalah berbagai palma seperti kelapa dan enau, kakao, serta beberapa tanaman buah-buahan. Gejalanya adalah batang mengeluarkan getah beku terus menerus sehingga tumbuhan kehabisan energi dan menurunkan hasil. Akibat gejalanya ini orang menyebutnya penyakit blendok atau kanker (bahasa Inggris canker, bukan cancer!).

Gejala serangan:
1. Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah.
2. Disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah hujan tinggi dengan kondisi lembab.

Pengendaliannya:
1. Sanitasi kebun, dengan memetik semua buah busuk lalu membenamnya dalam tanah sedalam 30 cm.
2. Kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan lakukan pemangkasan pada tanaman-nya sehingga kelembaban di dalam kebun akan turun.
3. Cara kimia, yaitu menyemprot buah dengan fungisida seperti :Sandoz, cupravit Cobox, dll. Penyemprotan dilakukan dengan frekuensi 2 minggu sekali; (4) penggunaan klon tahan hama/penyakit seperti: klon DRC 16, Sca 6,ICS 6 dan hibrida DR1.

28. Antraknosa (Penyebab jamur C. capsici)
Description: http://cdn.kaskus.com/images/2014/04/04/454_20140404120135.jpg

Domain           : Eukaryota
Kingdom         : Chromalveolata
Phylum            : Heterokontophyta
Class                : Oomycetes
Order               : Peronosporales
Family             : Pythiaceae
Genus              : Phytophthora
Species            : P. capsici

      Antraknosa adalah jenis penyakit tumbuhan yang ditemukan pada berbagai tanaman pohon dan semak, awal gejala yang ditunjukan berupa bercak pada daun atau bagian lain berbentuk bulat panjang berwana hitam yang akan berlanjut hingga kematian jaringan. Anthraknosa disebabkan oleh berbagai macam jamur antara lain: Colletotrichum capsici pada cabai merah, Colletotrichum sp. pada kakao, sorghum, jagung, dan Colletotrichum coccodes pada tomat. Antraknosa sering disebut hawar pada daun, akar, ataupun ranting. Infeksi pada daun akan lebih parah ketika musim hujan, karena jamur antraknosa membutuhkan air dalam penyebaran. Jamur penyebab antraknosa tidak akan menyebar dalam kondisi kering.

Gejala serangan:
1. Menyerang pada tanaman cabe
2. Adanya bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair.
3. Lama–kelamaan busuk tersebut akan melebar membentuk lingkaran konsentris.
4. Dalam waktu yang tidak lama maka buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk.
5. Ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan.
6. Penyebarannya tidak hanya melalui sentuhan antara tanaman saja melainkan juga bisa karena percikan air, angin, maupun melalui vektor.

Pengendaliannya:
1. Dengan kultur teknis yang baik.
2. Dapat juga dilakukan pembersihan atau pembuangan bagian tanaman yang sudah terserang agar tidak menyebar.
3. Selain dengan cara budidaya yang baik, saat pemilihan benih harus kita lakukan secara selektif .
4. Disarankan agar menanam benih cabe yang memiliki ketahanan terhadap penyakit pathek.
5. Secara kimia, pengendalian penyakit ini dapat disemprot dengan fungisida bersifat sistemik yang berbahan aktif triadianefon dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.


BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Untuk mengatasi Pestisida Kimia yang banyakmemiliki dampak negatif dapat di atasi dengan cara membuat Pestisida organik yang mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, lebih ramah terhadap alam, karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk lain. Sehingga dampak racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam bebas. Kedua, residu pestisida organik tidak bertahan lama pada tanaman, sehingga tanaman yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi. Ketiga, dilihat dari sisi ekonomi penggunaan pestisida organik memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan.
2.       


DFTAR PUSTAKA

Coumber of Agricultural Science & Technology (CAST). 1988. Longterm Viability of U.S
      Agriculture. CASR Report No.114
Dover,M. dan Talbot,L.M., 1987. To Feed The Earth: agroecology for sustainable
      development. Washington DC : World Resources Intitute.
DS Fattah, Abdul., 1999a. Strategi Pengelolaan Hutan Indonesia Sebagai Amanah. Pola
      Aneka Sejahtera.
Abdurachman, A. 2002. Potensi Lahan untuk Pertanian Organik Berdasarkan Peta
      Perwilayahan Komoditas di Indonesia. Makalah Seminar Pertanian Organik. Balittro,
      Balitbangtan. Jakarta.
Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. Academic Press. New York. 703 p.
Alexopoulus, C.J. 1972. Introductory Micology. 2°d. Ed. John Wiley and Sons. Inc. New
      York. 613 p. 
Allorerung, D., A. Ruhnayat dan E.Karmawati. 2002. Penelitian Pertanian Organik
      pada Tanaman Perkebunan. Makalah Seminar Pertanian Organik. Balittro,
       Balitbangtan. Jakarta. 
Anonymous. 1999.  EEC Council Regulation NO. 2092/91 on Organic production of
      agricultural product and indications referring thereto on agricultural product
      and foodstuffs. .  EROPA, Brussels.  
Anonymous. 2000. Leaflet. Go Organik 2010. BP2HP. Departemen Pertanian. 
Anonymous, 2000. Organic Farming. Agriculture, Food and Rural Revitalization,
      Saskatchewan. Canada 
Anonymous. 2001. Organic Agriculture.  ACT (Agriculture Certification
      Thailand). Standards.  Thailand. 27 p.
Anonim, 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan. Agroforestri Khas Indonesia. Sebuah
      Sumbangan Masyarakat. International Centre For Research In Agroforestry. Bogor,
      Indonesia.