BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengaruh jangka panjang dari perkembangan dunia pertanian dan
industri dalam sistem petanian moderen, ternyata menghasilkan dampak negatif
yang besar terhadap ekosistim alam. Pencemaran oleh bahan-bahan kimia beracun
akibat tingginya intensitas pemakaian pupuk, pestisida dan herbisida telah lama
diketahui. Demikian pula dengan ketahanan (resistensi) hama yang semakin
meningkat terhadap pestisida akibat penyemprotan yang semakin tinggi serta
pencemaran air tanah maupun sungai oleh senyawa nitrat akibat peggunaan pupuk
yang berlebihan. Pertanian moderen juga telah mengurangi keragaman spesies
tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur secara besar-besaran.
Ekosistem alam yang semula tersusun sangat kompleks, berubah menjadi ekosistem
yang susunannya sangat sederhana akibat berkurangnya spesies tanaman tersebut.
Hal ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan, yang selain
memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu meningkat dan berubah,
sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan
sumber daya alam.
Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai
berikut : kimia buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan
pemanfaatan bahan bakar minyak dan juga irigasi. Konsumsi terhadap
sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti minyak bumi dan fosfat
sudah dalam tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan meningkatnya kebutuhan akan
produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan varietas baru, seperti
jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak semakin
menantang. Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak
seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan
lingkungan, tetapi bahkan terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik
diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta
input lainnya. Akibat selanjutnya adalah menyebabkan ketidakmerataan antar
daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi sebagian besar petani
lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau (Sach, 1987 dalam Reijntjes,
Haverkort, dan Bayer, 1999).
Dalam rangka memasuki revolusi hijau kedua ini kita belajar dari
kenyataan bahwa teknologi maju dan mahal akan memproduksi barang yang mahal
pula termasuk makanan. Pengkajian kembali teknologi yang tidak hanya
berorientasi kepada penggunaan energi secara maksimal dan intensif akan tetapi
juga berusaha menerapkan low input sustainable agriculture (LISA). Untuk
Indonesia dan negara berkembang lainnya, dua tujuan harus tetap sejalan dan
seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan
pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani dan
pelestarian lingkungan di lain pihak yang memerlukan langkah terobosan di
bidang penelitian (Tiharso, 1992).
Untuk mengantisipasi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan,
maka sangat dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian yang efisien dan
berwawasan lingkungan, yang mampu memanfaatkan potensi sumberdaya setempat
secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan.
B.
Permasalahan
Peningkatan input energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun
bahan -bahan kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas
lingkungan disamping membutuhkan biaya usahatani yang tinggi, juga merupakan
penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan. Penggunaan pupuk dan pestisida
di luar kontrol akan dapat merusak tanah dan tolerannya suatu jenis hama dan
penyakit tertentu terhadap pestisida disamping juga dapat menghilangkan jenis
predator dan parasitoid yang bermanfaat. Bahan-bahan kimia tersebut dapat tetap
tinggal sebagai residu pada hasil tanaman, tanah tercuci ke dalam air sungai
akibatnya dapat berbahaya bagi kehidupan manusia maupun hewan.
Dari uraian di atas, maka dapat diketahui
permasalahan-permasalahan yang ada dan akan muncul dalam usaha peningkatan
produksi pertanian selama ini, yaitu diantaranya :
1.
Penggunaan paket teknologi seperti pupuk anorganik dan pestisida secara tidak
terkontrol dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, disamping
dibutuhkan biaya usahatani yang tinggi.
2.
Berkurangnya keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem
monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat
kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat
berkurangnya spesies tanaman tersebut.
3.
Adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya
menyebabkan dibutuhkan biaya usahatani yang semakin tinggi.
4.
Adanya ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk
situasi sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau.
5. Semakin sulitnya mengatasi hama dan
penyakit pada tanaman sehingga membuat para petani mengalami gagal panen dan
mengalami kerugian yang sanagat besar.
Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, guna mempertahankan
dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan,
maka pengelaolaan sumberdaya secara efektif dari segi ekologi maupun ekonomi
mutlak dilakukan. Pertanyaan yang timbul kiranya langkah-langkah apa saja yang
mungkin dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut ?
C. Tujuan penulisan
Sehubungan dengan permasahan-permasalahan yang dihadapi dalam
usaha pembangunan petanian, dikaitkan dengan beberapa alternatif pemecahan
masalah yang akan dikemukan pada bab II berikut, maka tujuan dari penulisan ini
adalah untuk mengkaji lebih jauh peluang-peluang yang mungkin dapat dilakukan
dalam usaha mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian secara
terpadu.
BAB
II. PEMBAHASAN
A. Devinisi
Sistem PertanianTerpadu dan Berkelanjutan
Sistem
Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian,
peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian
dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi
peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan,
serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek,
menengah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi
dengan sistem pertanian ini.
Atau dapat juga di artikan bahwa Sistem
pertanian terpadu merupakan satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaur
ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu ekosistem
yang meniru cara alam bekerja.Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian
yang mampu menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi
(unsur hara) dan energi terjadi secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan
menghasilkan produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan produksi yang terjaga
secara efektif dan efisien.
Pertanian terpadu pada hakekatnya
adalah memanfaatkan seluruh potensi energi sehingga dapat dipanen secara
seimbang. Pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya
dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam
proses produksi. Dengan pertanian terpadu ada pengikatan bahan organik di dalam
tanah dan penyerapan karbon lebih rendah dibanding pertanian konvensional yang
pakai pupuk nitrogen dan sebagainya. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat
terjadi secara efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu
berada dalam suatu kawasan. Pada kawasan tersebut sebaiknya terdapat sektor
produksi tanaman, peternakan maupun perikanan. Keberadaan sektor-sektor ini
akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki ekosistem yang lengkap dan seluruh
komponen produksi tidak akan menjadi limbah karena pasti akan dimanfaatkan oleh
komponen lainnya. Disamping akan terjadi peningkatan hasil produksi dan
penekanan biaya produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan
tercapai.
Selain hemat energi, keunggulan lain
dari pertanian terpadu adalah petani akan memiiki beragam sumber penghasilan.
Sistem Pertanian terpadu memperhatikan diversifikasi tanaman dan polikultur. Seorang
petani bisa menanam padi dan bisa juga beternak kambing atau ayam dan menanam
sayuran. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak dapat digunakan sebagai pupuk
sehingga petani tidak perlu membeli pupuk lagi. Jika panen gagal, petani masih
bisa mengandalkan daging atau telur ayam, atau bahkan menjual kambing untuk
mendapatkan penghasilan.
Sistem usahatani
tradisional sebahagian terbukti berkelanjutan, tetapi sistem ini dipandang
terlalu lamban untuk dapat memenuhi perkembangan kebutuhan pangan dan kebutuhan
masyarakat lainnya yang sejalan dengan proses pembangunan dan kemajuan yang
makin cepat. Modifikasi dan peningkatan sistem tradisional ini diperlukan
dengan masukan unsur teknologi unggul hasil penelitian tanpa mengabaikan sifat
keberlanjutan. Sistem pertanian berkelanjutan bukan merupakan sistem usahatani
tradisional yang stagnan tanpa masukan input dari luar, melainkan dengan
menggunakan input luar secara arif mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka
panjang dengan pertimbangan sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya
alam serta lingkungan. Oleh karena itu dalam menerapkan pertanian berkelanjutan
diperlukan dukungan sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi, permodalan,
hubungan produk dan konsumen, serta masalah keseimbangan misi pertanian dalam
pembangunan.
Suatu
agroekosistem yang keanekaragamnnya tinggi akan memberi jaminan yang lebih
tinggi bagi petani. Namun, keanekaragaman tidak selalu mengakibatkan
kestabilan, bahkan dapat menyebabkan ketidakstabilan jika komponen- komponennya
tidak dipilih dengan baik, misalnya beberapa jenis pohon merupakan inang hama
atau penyakit berbahaya bagi tanaman; dan tanaman, hewan atau pohon bisa
bersaing dalam ketenagakerjaan, unsur hara dan air (Dover dan Talbot, 1987).
Jika keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan mengkombinasikan spesies
tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan berhubungan dalam
interaksi sinergetik dan positif, maka bukan hanya kestabilan yang dapat
diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan input yang lebih
rendah.
Komponen-komponen
agroekosistem juga bisa sinergetik dalam fungsinya, misalnya barisan tumbuhan
pada garis luar suatu bidang lahan yang mengkonservasi air dan tanah serta
memproduksi pakan ternak dan bahan pangan; pagar tanaman di sekitar lahan untuk
melindungi dari serangan hewan atau angin sekaligus sebagai penghasil bahan
bakar, pangan, pakan hewan atau obat – obatan. Tanaman dan hewan yang
bermanfaat ganda sangatlah penting. Baik tanaman maupun hewan mengkombinasikan
berbagai fungsi misalnya, rumput untuk pagar hidup dan sebagai pakan hewan,
atau hewan yang menghasilkan pupuk kandang, susu dan tenaga serta berfungsi
sebagai cadangan modal.
Pemanfaatan
keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal mengakibatkan
sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yang menggunakan sumberdaya dan
input yang ada secara optimal. Tantangannya adalah menemukan kombinasi tanaman,
hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi, keamanan produksi
serta konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan,
tenaga kerja dan modal.
B. Konsep
dan Pengaplikasi Sistem Pertanian Terpadu dan Berkelanjutan
Pengaplkasian pertanian terpadu dan berkelanjutan
Dengan Konsep Teknik Budidaya Pertanian Terpadu dan
Berkelanjutan.
1. Pertanian terpadu biosiklus
Pertanian terpadu biosiklus adalah
pertanian yang mengintegrasikan tanaman, ternak, dan ikan dalam satu siklus
(biosiklus) sedemikian rupa sehingga hasil panen dari satu kegiatan pertanian
dapat menjadi input kegiatan pertanian lainnya, selebihnya dilepas ke pasar.
Dengan pola itu ketergantungan petani dengan input produksi dari luar dapat
diminimalisasi. Misalnya pakan untuk ternak dan ikan sebagian dapat dipenuhi
dari hasil tanaman dan limbah, sedangkan kebutuhan pupuk organik dapat
diperoleh dari kotoran hasil ternak.
Kotoran ternak ditampung dalam
biodigester untuk diambil gas metannya dan dapat dimanfaatkan untuk memasak
bahkan untuk energi listrik. Dengan sistem pertanian terpadu biosiklus itu,
petani memperoleh sumber penghasilan yang beragam dari diversifikasi produk
hasil pertanian; panen harian (misal telur, susu), panen musiman (misal gabah,
jagung) dan panen tahunan (anak sapi), meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya,
kebutuhan pangan yang bergizi seimbang tercukupi (mendekati PPH ideal) dari
usaha tani mereka, kesuburan lahan terjaga dan tanpa limbah (zero waste). Data
penelitian lapangan menunjukkan bahwa dengan sistem pertanian terpadu itu,
petani kecil dapat memperoleh pendapatan per bulan lebih besar daripada UMR.
2. Pertanian Organik Modern
Pertanian ramah lingkungan salah
satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik adalah
sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan,
pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air.
Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di
antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan
degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik.
Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun
mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian
organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila
kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini
tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh karena itu
pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu
pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam
masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan pertanian yang
berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara
optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.
Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam
pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang
menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan
dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan
menguntungkan secara ekonomis.
Beberapa perinsip dasar yang perlu
diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan
agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan
kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu
sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil,
distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah
pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus
menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi.
Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis
hortikultura ini.
Beberapa tahun terakhir, pertanian
organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan
kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan
yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi
secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih
banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan
pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan
teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi,
biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.
3.
. Sistem Tanam Ganda
(Multiple cropping)
Pertanaman ganda
(Multiple cropping), yaitu intensifikasi pertanaman dalam dimensi waktu dan
ruang. Bentuknya adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada lahan yang
sama dalam kurun waktu satu tahun. Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : pertanaman
tumpangsari (Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping).
Hampir semua petani dengan lahan sempit di daerah tropis masih terus melakukan
budidaya ganda. Selama dua dasawarsa yang lalu, para ilmuwan semakin menyadari
bahwa hal ini merupakan praktek yang sangat cocok untuk memaksimalkan produksi
dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan
sumberdaya alam. Secara lebih khusus, manfaat-manfaat budidaya ganda bagi
petani lahan sempit berikut ini telah diidentifikasikan (Papendick et al.,
1976; Beets 1982; Francis 1986; Altieri 1978; Hoof 1987) :
Pada hampir
semua sistem budidaya ganda yang dikembangkan oleh petani lahan sempit, tingkat
produktivitas yang dapat dipanen per satuan luas lebih tinggi dari pada
budidaya tanam tunggal dengan tingkat pengelolaan yang sama. Keuntungan panen
bisa berkisar antara 20 % sampai 60 % (Steiner 1984; Francis 1986). Perbedaan
ini sebagai akibat berbagai faktor, seperti tingkat pertumbuhan yang lebih
tinggi, penurunan kerugian yang disebabkan oleh gulma, serangga dan penyakit
serta pemanfaatan yang lebih efisien terhadap sumber daya air, sinar matahari
dan unsur hara yang ada.
Kalau beberapa tanaman
budidaya tumbuh sekaligus, kegagalan salah satu tanaman dapat dikompensasikan
oleh tanaman yang lain (baik itu sebagai hasil panen sebenarnya ataupun dalam
hal nilai uangnya). Hal ini mengurangi resiko usaha tani.
Sistem budidaya
ganda, khususnya dengan rumput dan pohon perennial, tampaknya kurang rentan
terhadap erosi tanah (karena penutupan tanah lebih baik dan lebih banyak
penghalang pada aliran air dan udara). Sistem tersebut juga lebih baik dalam
memanfaatkan ruang yang ada bagi pertumbuhan akar dan tajuk, mendaur ulang air
dan unsur hara yang ada dengan lebih efisien dan memiliki kapasitas penyangga
yang lebih besar terhadap periode ataupun peristiwa yang merugikan (kekeringan,
serangan hama, kebutuhan uang tunai dalam jumlah besar secara mendadak dan
sebagainya) dibanding sistem budidaya tanaman tunggal. Dengan kata lain, mereka
memanfaatkan dan memberikan perlindungan yang lebih baik pada modal usahatani
alami.
Untuk
meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di lahan kering dapat
dilakukan melalui pertanaman secara tumpangsari, karena pertanaman secara
tumpangsari pada lahan kering dapat memelihara kelembaban dan kadar air tanah
serta mengurangi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah (Samosir, 1996).
Tumpangsari
merupakan salah satu bentuk program intensifikasi pertanian alternatif yang
tepat untuk melipatgandakan hasil pertanian pada daerah-daerah yang kurang
produktif. Keuntungannya adalah selain diperoleh panen lebih dari sekali
setahun, juga menjaga kesuburan tanah dengan mengembalikan bahan organik yang
banyak dan penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Dalam sistem pertanaman
tumpangsari, agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan
harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu
seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang
sekecil-kecilnya (Prajitno, 1988). Selanjutnya Harera dan Moris (1984)
menjelaskan bahwa jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki
pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi.
Tanaman tumpangsari jagung dapat dilakukan dengan padi gogo, palawija lain atau
sayuran yang dilakukan dengan tujuan ; (1) penganekaragaman penggunaan makanan,
(2) mengurangi resiko kegagalan panen, dan (3) meningkatkan intensitas tanam
(Sutoro, Soelaeman dan Iskandar, 1988 dalam Safuan dan Boer, 2000).
![]() |
Contoh Gambar teknik pertanian tumpangsari

Contoh
Gambar Teknik pertanaman berurutan
4.
Komplementari Hewan
Ternak dan Tumbuhan
Integrasi
sumber-sumber hewan ternak dan tumbuhan untuk memperoleh out put biomassa yang
optimal dalam lingkungan ekologi dan sosio-ekonomi tertentu harus menjadi
tujuan dalam sistem pertanian berkelanjutan. Interaksi yang sesuai diantara
komponen-komponen harus menghasilkan respon komplementari (saling melengkapi)
dan sinergetik sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan
memperkuat viabilitas ekonomi dari sistem pertanian yang terpadu. Menurut CAST
(1988) bahwa strategi terbaik untuk menciptakan viabilitas ekonomi adalah
fleksibilitas sistem pertanian dalam produksi pangan dan sandang. Fleksibilitas
usaha tersebut dapat dicapai melalui penurunan biaya input dan peningkatan diversifikasi
usaha. Suatu perpaduan agro-ekosistem harus mampu memberikan pengaruh
stabilitas yang tinggi terhadap fluktuasi jangka pendek dalam harga komoditas.
Sumber daya yang
paling terbatas dalam sistem pertanian berkelanjutan secara umum adalah kemampuan
pengelolaan yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara diversifikasi
usaha pada tingkatan optimal. Sistem pertanian monokultur lebih banyak
diusahakan dan umumnya kurang kompleks dibandingkan sistem pertanian campuran
atau integrasi.
Sistem produksi
ternak herbivora yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian dapat
disesuaikan dengan keadaan tanaman pangan. Ternak tidak berkompetisi pada lahan
yang sama. Tanaman pangan dengan komponen utama dan ternak menjadi komponen
kedua. Ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami
dan pada lahan setelah pemanenan hasil sehingga ternak dapat memanfaatkan
limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh
disekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan
memperbaiki struktur tanah melalui urin dan fecesnya. Mott (1974) melaporkan
bahwa dari nitrogen tumbuhan dan mineral yang dimakan hewan di areal
penggembalaan, sekitar 75 – 95 persen nitrogen dan 90 – 95 persen mineral dikembalikan
ke tanah. Contoh penerapan sistem ini di Sumatera dilaporkan bahwa sumbangan
ternak terhadap total hasil usahataninya adalah sebanyak 17 persen, sedangkan
di Cina sebanyak 29 persen (Moningka, dkk., 1993).
5.
. Usaha Terpadu
Peternakan dan Perkebunan
Sistem
tumpangsari tumbuhan dan ternak pada umumnya banyak dipraktekkan dengan tanaman
perkebunan. Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal,
namun belum banyak mendapat perhatian. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman
perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput
diatasnya merupakan komponen kedua. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa
integrasi antara tanaman perkebunan dan peternakan dapat meningkatkan kualitas
tanah, produksi kelapa, produksi kopra, hasil buah sawit segar dan keuntungan
ekonomis serta meningkatkan hasil ternak, menurunkan biaya penyiangan dan
mempermudah pengumpulan buah kelapa. Moningka dkk. (1993) menjelaskan
keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain :
(1)
tersedianya tanaman peneduh bagi ternak sehingga dapat mengurangi stress karena
panas,
(2)
meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan feces ke
dalam tanah,
(3)
meningkatkan kualitas pakan ternak, membatasi pertumbuhan gulma,
(4)
mengurangi penggunaan herbisida,
(5)
meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan
(6)
meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Pola keterpaduan
dalam usahatani dengan pemanfaatan areal pertanaman kelapa masih belum nampak
nyata, disebabkan masih merupakan usaha sampingan atau tradisional. Akibatnya
petani lambat menerima inovasi dan ternak belum dapat ditangani dengan serius.
Padahal adanya sistem yang demikian mempunyai nilai positif baik bagi tanaman
rumput atau ternak maupun tanaman kelapa. Keuntungan yang diperoleh dengan
keberadaan sistem peternakan di bawah pohon kelapa berupa :
(1)
menaikan sumber pendapatan petani,
(2)
menekan kompetisi gulma dan biaya pengendalian gulma,
(3)
sumber makanan ternak,
(4)
produksi manur untuk memelihara kesuburan tanah, dan
(5)
pemanfaatan tataguna tanah yang baik.
Padang
pengembalaan di bawah perkebunan kelapa di daerah tropis sangat baik untuk
penggembalaan ternak. Hal ini harus diikuti dengan manajemen padang
pengembalaan yang baik, supaya kontinyuitas produksi dan kualitas tanaman
makanan dapat dipertahankan dan produksi utama tidak dirugikan (Shelton, 1987).
Pemeliharaan ternak ruminansia bersamaan dengan perkebunan harus terus
dikembangkan dan diperbaharui agar dicapai suatu kondisi yang optimal untuk
semua komponen produksi.
Penambahan
tanaman legum pada padang rumput, diharapkan dapat menaikan nitrogen dan bahan
organik tanah di daerah-daerah yang tererosi dan kurang kesuburannya yang
disebabkan oleh pengelolaan tanah yang buruk. Peranan leguminosa pada padang
pengembalaan, mampu memanfaatkan nitrogen bebas dari udara dengan bantuan
rhizobium di dalam nodul-nodul leguminosa tersebut. Di dalam nodul inilah
bakteri bertempat tinggal dan berkembang biak serta dapat melakukan kegiatan
fiksasi nitrogen bebas dari udara. Oleh karena itu, penanaman campuran
merupakan sumber dari protein dan mineral yang berkadar tinggi bagi ternak,
juga memperbaiki kesuburan tanah. Selanjutnya Reksohadiprodjo (1981) menyatakan
bahwa fungsi leguminosa dalam padang pengembalaan adalah menyediakan atau dapat
memberikan nilai makanan yang lebih baik terutama protein, fosfor dan kalsium.
Untuk
mepertahankan pertumbuhan tanaman, baik untuk tanaman kelapa maupun untuk
tanaman selanya, perlu dilakukan pemupukan. Pupuk yang diberikan dapat berupa
pupuk buatan atau pupuk organik. Pupuk organik seperti pupuk kandang sangat
membantu dalam memperbaiki sifat-sifat tanah sperti permeabilitas tanah,
porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air dan kapasitas tukar kation
tanah. Disamping itu, pupuk kandang juga dapat memperbaiki sifat biologi dan
kimia tanah, sehingga dapat memperbaiki lingkungan perakaran tanaman yang
nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta
memperoleh hasil yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1989). Dalam sistem usaha
terpadu peternakan dan tanaman perkebunan, maka kebutuhan pupuk kandang dapat
dipenuhi dari kotoran ternak yang diusahakan secara bersama-sama.

![]() |
Siklus Integrasi terhadap hewan dan tumbuhan
Contoh Gambar Hasil Integrasi Hewan dan
Tumbuhan
6.
Agroforestry
Pengembangan
pertanian komersil khususnya tanaman musiman mensyaratkan perubahan sistem
produksi secara total menjadi monokultur dengan masukan energi, modal dan
tenaga kerja dari luar yang relatif besar.
Di pihak lain
sistem-sistem produksi asli (salah satunya agroforestry) selalu dianggap
sebagai sistem yang hanya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Dukungan
terhadap pertanian komersial petani kecil lebih diarahkan sebagai upaya
penataan kembali secara keseluruhan sistem produksi, ketimbang sebagai
pendekatan terpadu mengembangkan sistem-sistem yang sudah ada. Agroforestry
umumnya dianggap sebagai “kebun dapur”, tidak lebih dari sekedar pelengkap
sistem pertanian lain, hanya khusus untuk konsumsi sendiri, dan menghasilkan
hasil-hasil ikutan seperti kayu bakar (Michon, 1985).
Agroforestry
mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat. Peran utama
agroforestry bukanlah produksi bahan pangan melainkan sebagai sumber
penghasilan pemasukan uang dan modal. Seringkali agroforestry menjadi
satu-satunya sumber uang tunai keluarga petani. Agroforestry memasok 50 – 80%
pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung dan kegiatan
lain yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan dan pemasaran hasilnya
(Michon, 1985) . Contoh kegiatan tersebut misalnya adalah aktivitas penanaman
hutan dengan sistem tumpangsari, kegiatan penebangan, aktivitas angkutan hasil
hutan, pembinaan industri rakyat, pembinaan sutra alam, lebah madu dan
sebagainya (DS Fattah, 1999).
Keunikan konsep
pertanian komersil agroforestry adalah karena bertumpu pada keragaman struktur
dan unsur-unsurnya, tidak berkonsentrasi pada satu spesies saja. Produksi
komersial ternyata sejalan dengan produksi dan fungsi lain yang lebih luas. Hal
ini menimbulkan beberapa konsekuensi menarik bagi petani.
Di daerah-daerah
tropis, agroekosistem yang secara ideal mendekati ekosistem klimaks merupakan
sistem agroforestri, yaitu di daerah-daerah yang lebih kering, sistem yang
menyerupai savana dengan pohon-pohon disana sini, semak belukar dan
rumput-rumputan perennial dan di daerah-daerah yang lebih lembab, sistem yang
menyerupai hutan-hutan yang lebih lebat.
Dalam rancangan
agroforestri ini, ciri ekosistem alami digabungkan dengan kebutuhan usaha tani.
Penutupan tanah yang lebih baik diperoleh dengan memasukan spesies perennial
dan /atau dengan menebarkan tanaman yang menutupi permukaan tanah. Ini akan
mengurangi pengaruh dari hujan secara langsung, menahan sedimen dan mengurangi
evaporasi sehingga akan tersedia lebih banyak air. Tajuk vegetatif dan seresah
akan mengurangi suhu tanah dan akhirnya mengurangi kecepatan dekomposisi dan
mineralisasi. Keanekaragaman spesies tanaman, misalnya dengan tajuk dan
perakaran yang berbeda, dapat meningkatkan sumberdaya yang tersedia di atas dan
di bawah permukaan tanah dan dapat memanfaatkannya secara efisien. Sebagai
contoh adalah sinar matahari dengan pengaturan tajuk yang lebih baik, atau
volume unsur hara dan air tanah dengan pengakaran yang lebih dalam dan struktur
akar yang lebih baik sehingga menurunkan perembesan unsur hara.
Meskipun tidak
memungkinkan akumulasi modal secara cepat dalam bentuk aset-aset yang dapat
segera diuangkan, diversifikasi tanaman merupakan jaminan petani terhadap
acaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau resiko perkembangan pasar
yang sulit diperkirakan. Jika terjadi kemerosotan harga satu komoditas, spesies
ini dapat dengan mudah dibiarkan saja, hingga suatu saat pemanfaatannya kembali
menguntungkan. Proses tersebut tidak mengakibatkan gangguan ekologi terhadap
sistem kebun. Petak kebun tetap utuh dan produktif dan spesies yang
ditelantarkan akan tetap hidup dalam struktur kebun dan selalu siap untuk
dipanen sewaktu-waktu. Sementara itu spesies-spesies baru dapat diperkenalkan.
Akan tetap ada tanaman yang siap dipanen, malahan komoditas baru dapat diperkenalkan
tanpa merobah sistem produksi yang ada.
Ciri keluwesan
yang lain adalah perubahan nilai ekonomi yang mungkin dialami beberapa spesies.
Sepsies yang sudah puluhan tahun berada di dalam kebun dapat tiba-tiba mendapat
nilai komersil baru akibat evolusi pasar, atau pembangunan infrastruktur
seperti pembangunan jalan baru.
Agroforestry
juga memang berperan sebagai kebun dapur yang memasok bahan makanan pelengkap
(sayuran, buah, rempah, bumbu). Selain itu melalui keanekaragaman sumber nabati
dan hewani agroforestri dapat menggantikan peran hutan alam dalam menyediakan
hasil-hasil yang akhir-akhir ini semakin langka dan mahal seperti kayu, rotan,
bahan atap, tanaman obat dan binatang buruan.
Penggunaan benih
varietas unggul sudah tidak dapat dipisahkan dari sistem produksi pertanian
terutama tanaman pangan yang masih menggunakan benih sebagai satu-satunya
sumber perbanyakan tanaman. Penggunaan varietas unggul memang secara nyata
dapat meningkatkan hasil panen, namun pada dasarnya varietas unggul merupakan
varietas yang memiliki respon tinggi terhadap dosis pemupukan tinggi sehingga
apabila dikembangkan pada daerah yang menggunakan input luar dalam tingkat yang
rendah, maka resiko kerugian hasil panen akan menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan varietas lokal.
Promosi varietas
unggul telah mengakibatkan banyak sekali varietas lokal yang hilang (erosi
genetik). Ini berarti bencana bagi petani yang harus menghasilkan tanaman
dengan input luar yang rendah dalam kondisi yang beragam dan rawan resiko, juga
untuk alasan ekonomi maupun ekologi harus berproduksi dengan input kimia yang
lebih sedikit pada masa yang akan datang, padahal mereka memiliki sumberdaya
alam termasuk varietas lokal yang cukup potensial untuk dikembangkan .
Untuk menunjang
pertanian berkelanjutan yang menggunakan faktor-faktor penunjang produksi
(pupuk dan pestisida) dalam jumlah minimal, maka diperlukan suatu perbaikan
sistem pengadaan benih ditingkat petani menuju pada sistem benih unggul lokal
yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh
karena itu ditingkat petani perlu diarahkan untuk dapat mengelola sumberdaya
genetik yang dimiliki (varietas unggul lokal) dengan sebaik-baiknya, baik dalam
hal konservasi varietas, penanganan, maupun penyimpanan benih hingga benih siap
digunakan.
Konservasi
semacam ini sangat penting dilakukan sebagai suatu pendekatan yang berorientasi
pada petani dalam memasok benih. Suatu pendekatan yang dapat diupayakan dalam
pengelolaan sumberdaya genetik adalah pembentukan unit-unit suplai benih yang
dibuat dengan cara membentuk unit-unit pertanian kecil untuk memproduksi benih
unggul yang cukup memadai untuk kebutuhan lokal. Tentu saja para petani
tersebut memerlukan arahan dari unit-unit inspeksi benih terpusat. Jika petani
telah terbiasa dengan teknik tersebut, mereka dapat mengambil alih perawatan
penangkaran hingga akhirnya menjadi yayasan benih yang bisa memenuhi kebutuhan
sendiri. Pengadaan benih dapat dilakukan pada tingkat desa dengan teknik-teknik
yang bersifat padat karya sehingga mengurangi biaya transportasi, yang sekarang
menjadi bagian utama yang menentukan harga benih. Apabila sistem ini telah
berjalan dengan baik maka kebutuhan petani terhadap 4 (empat) tepat benih (
tepat mutu, jumlah, waktu, dan harga) dapat terpenuhi.
7.
Pengelolaan Hama
Terpadu
Pengendalian
hama terpadu adalah upaya mengendalihan tingkat populasi atau tingkat serangan
organisme terhadap tanaman dengan menggunakan dua atau lebih teknik
pengendalian dalam satu kesatuan untuk mencegah atau mengurangi kerugian secara
ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Perlindungan tanaman dilakukan melalui
kegiatan pencegahan, pengendalian dan eradikasi. Dalam perkembangannya, istilah
pengendalian berubah menjadi pengelolaan untuk lebih menekankan pada usaha
untuk mengurangi populasi organisme yang harus ditangani secara terus menerus
sejak dari penanaman, misalnya dengan menentukan jenis tanaman , cara pembukaan
lahan, penggarapan tanah, jarak tanam, dan sebagainya. Oleh karena itu istilah
pengelolaan hama terpadu dianggap lebih tepat dibandingkan dengan pengendalian
hama terpadu.
Konsep
pengelolaan hama terpadu ini sangat sesuai dengan konsep yang diusulkan oleh
Peterson pada tahun 1973 yaitu :
1)
Secara terpadu memperhatikan semua hama penting,
2)
Tidak bertujuan untuk mendapatkan suatu keadaan yang bebas hama, tetapi untuk
mengendalikan populasi hama agar kerusakan yang terjadi selalu di bawah ambang
ekonomi,
3)
Menggabungkan berbagai cara yang kompatibel. Sesedikit mungkin memakai cara
buatan tetapi lebih mementingkan penekanan hama oleh faktor-faktor alami,
5) Selalu didasari oleh pertimbangan ekologi.
Berdasarkan
konsep tersebut maka konsep pengelolaan hama terpadu yang lebih sempuna adalah
perlu melibatkan pemerintah seperti Direktorat Imigrasi dimulai dari pencegahan
masuknya hama dari luar negri. Untuk lebih jelasnya, konsep pengelolaan yang
lebih sempuna yaiu :
1)
Pengendalian hama tumbuhan dengan peraturan-peratutan pemerintah. Hama-hama
dari luar negri dicegah masuknya dengan peraturan karantina, sedangkan penyakit
yang baru saja masuk dicoba dihilangkan dengan usaha eradikasi agar tidak
meluas,
2)
Penanaman kultivar yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi,
3)
Pengendalian dengan cara kultur teknis,
4)
Pengendalian dengan cara biologis,
5)
Pengendalian secara fisik, serta alternatif terakhir,
6)
Pengendalian secara kimia.
Pengelolaan
penyakit pada pertanian berkelanjutan harus didasari dengan kesadaran akan
lingkungan, dan kesadaran akan biaya. Jika kerusakan berat sekali dan semua
usaha yang dilakukan tidak memberikan hasil, maka tanaman tersebut harus
diganti.
C.
Pembuatan
Pestisida Organik
Pestisida organik merupakan ramuan obat-obatan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Bahan-bahan untuk membuat pestisida organik diambil dari tumbuhan-tumbuhan,
hewan dan mikroorganisme. Karena dibuat dari bahan-bahan yang terdapat di alam
bebas, pestisida jenis ini lebih ramah lingkungan dan lebih aman bagi kesehatan
manusia.
Bila dibandingkan dengan pestisida kimia, pestisida organik
mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, lebih ramah terhadap alam,
karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk lain. Sehingga dampak
racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam bebas. Kedua,
residu pestisida organik tidak bertahan lama pada tanaman, sehingga tanaman
yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi. Ketiga, dilihat dari sisi
ekonomi penggunaan pestisida organik memberikan nilai tambah pada produk yang
dihasilkan. Produk pangan non-pestisida harganya lebih baik dibanding produk
konvensional. Selain itu, pembuatan pestisida organik bisa dilakukan sendiri
oleh petani sehingga menghemat pengeluaran biaya produksi. Keempat,
penggunaan pestisida organik yang diintegrasikan dengan konsep pengendalian
hama terpadu tidak akan menyebabkan resistensi pada hama.
Namun ada beberapa kelemahan dari pestisida organik, antara lain
kurang praktis. Pestisida organik tidak bisa disimpan dalam jangka lama.
Setelah dibuat harus segera diaplikasikan sehingga kita harus membuatnya
setiapkali akan melakukan penyemprotan. Selain itu, bahan-bahan pestisida
organik lumayan sulit didapatkan dalam jumlah dan kontinuitas yang cukup. Dari
sisi efektifitas, hasil penyemprotan pestisida organik tidak secepat pestisida
kimia sintetis. Perlu waktu dan frekuensi penyemprotan yang lebih sering untuk
membuatnya efektif. Selain itu, pestisida organik relatif tidak tahan terhadap
sinar matahari dan hujan. Namun seiring perkembangan teknologi pertanian
organik akan banyak inovasi-inovasi yang ditemukan dalam menanggulangi hambatan
itu.
1.
Bahan baku
pestisida organik
Bagian tumbuhan yang diambil untuk bahan
pestisida organik biasanya mengandung zat aktif dari kelompok metabolit
sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenolik dan zat-zat kimia lainnya. Bahan
aktif ini bisa mempengaruhi hama dengan berbagai cara seperti penghalau (repellent),
penghambat makan (anti feedant), penghambat pertumbuhan (growth
regulator), penarik (attractant) dan sebagai racun mematikan.
Sedangkan, pestisida organik yang terbuat dari bagian hewan biasanya berasal
dari urin. Beberapa mikroorganisme juga diketahui bisa mengendalikan hama yang
bisa dipakai untuk membuat pestisida. Berikut ini beberapa bahan yang sering
digunakan untuk membuat pestisida organik:
Jenis Tanaman
|
Bagian yang
digunakan
|
Hama/Penyakit
yang dikendalikan
|
Adas
|
Biji
|
Kutu (beras, sereal, palawija)
|
Alang-alang
|
Rimpang
|
Antraknosa pada buncis
|
Babandotan
|
Seluruh tanaman
|
Nematode pada kentang
|
Bawang-bawangan
|
Umbi
|
Busuk batang pada panili
|
Bengkoang
|
Biji
|
Ulat pada kubis
|
Brotowali
|
Batang
|
Lalat buahKutu aphids pada cabe
|
Cabe
|
Buah
|
Hama tikus pada tanaman hias
|
Cengkeh
|
Bunga
|
Phytopthora pada lada
|
Daun wangi
|
Daun
|
Lalat buah, bactrocera
dorsalis
|
Gadung
|
Umbi
|
Tikus/rodentisida
|
Jahe
|
Rimpang
|
Ulat Plutella xylostella
pada kubis
|
Jambu mete
|
Kulit
|
Ulat jambu mete
|
Jambu biji
|
Daun
|
Antraknosa
|
Jarak
|
Buah dan daun
|
Namatoda pada nilam dan jahe,
Lalat penggerek daun pada tanaman terung-terungan
|
Jengkol
|
Buah
|
Walangsangit pada cabe
|
Jeruk nipis
|
Daun
|
Busuk hitam pada anggrek
|
Kacang babi
|
Biji
|
Ulat pucuk
|
Kayu manis
|
Daun
|
Pestisida organic
|
Kemangi
|
Daun
|
Busuk hitam pada anggrek
|
Kencur
|
Rimpang
|
Phytoptora pada lada
|
Acubung
|
Bunga
|
Kutu, ulat tanah
|
Kenikir
|
Bunga
|
Walangsangit
|
Kunyit
|
Rimpang
|
Phytoptora pada lada
|
Lada
|
Biji, daun
|
Hama gudang, Antraknosa pada
cabe
|
Lengkuas
|
Rimpang
|
AntraknosaSemut pada lada
|
Mimba
|
DaunBiji
|
Antraknosa pada buncis dan
cabe, Phytoptora pada tembakau, Belatung, Pengisap polong pada
kedelai, Hama pengetam pada kelapa
|
Mindi
|
Daun
|
Ulat penggerek
|
Mahoni
|
Biji
|
Kutu daun pada krisanUlat
tanah, Walangsangit, wereng coklat
|
Pacar cina
|
Daun
|
Spodoptera
litura pada kedelai dan kubis
|
Pahitan/kipahit
|
Daun
|
Serangga Tribolium castaneum
|
Patah tulang
|
Daun
|
Molusca
|
Pandan
|
Daun
|
Walangsangit
|
Piretrum
|
Bunga
|
Hama gudang
|
Saga
|
Biji
|
Hama gudang sitophilus sp
|
Selasih
|
Daun
|
Lalat buah ( dacus
correctus)
|
Sembung
|
Daun
|
Keong emas
|
Sereh
|
Batang, daun
|
Herbisida organic
|
Sirih
|
DaunAbu
|
Antraknosa pada cabeTMV pada
tembakau, Hama gudang
|
Srikaya
|
Biji
|
Thrips pada sedap malam, Kutu
daun pada kedelai, kacang panjang, jagung, kapas, tembakau
|
Sirsak
|
Biji, daun
|
Wereng coklat pada padi
|
Tembakau
|
Daun, batang
|
Ulat grayak pada famili
terung-terungan (tomat, cabe, paprika, terung), Walangsangit
|
Tembelekan
|
Biji
|
Ulat grayak Spodoptera
litura pada kedelai, Penggerek polong
|
Tuba
|
Akar
|
Keong mas, Hama gudang
|
2.
Macam pestisida
organik dan cara membuatnya
Ada berbagai cara atau resep untuk
membuat pestisida organik. Hingga saat ini tidak ada standardisasi pembuatan
pestisida organik. Resep-resep pestisida organik biasanya didapatkan dari
pengalaman para petani, kearifan lokal masyarakat, hasil percobaan para
praktisi dan berdasarkan penelitian ilmiah. Berikut ini beberapa cara membuat
pestisida organik yang sering digunakan para petani untuk mengendalikan hama
dan penyakit.
a. Pengendali serangga penghisap (kepik dan kutu-kutuan)
Siapkan bahan-bahan berikut, daun surian
1 kg, daun tembakau 1kg, daun lagundi 1 kg, daun titonia 1 kg, air kelapa
sebanyak 2 liter, gambir 0,5 ons, garam dapur 1 ons dan air panas 500 ml.
Kemudian siapkan penumbuk dari batu. Tumbuk daun tembakau, daun surian daun
lagundi dan daun titania, aduk hingga rata. Apabila sudah lembut, rendam dalam
air kelapa dan aduk-aduk. Kemudian ekstrak campuran tersebut dengan cara
diperas dengan kain. Saring kembali hasil perasan dan tambahkan garam lalu
kocek larutan. Siapkan cairan gambir dengan cara melarutkan setengah ons gambir
dalam 500 ml air panas, lalu saring dengan kain halus. Langkah terakhir
campurkan larutan daun-daunan dan larutan gambir. Masukkan dalam botol atau
jerigen plastik. Ramuan pestisida organik siap untuk digunakan.
Cara menggunakan pestisida organik ini
adalah dengan mengencerkan 500 ml larutan dalam 10 liter air bersih. Aduk
hingga rata dan masukkan dalam tangki penyemprot. Lakukan penyemprotan pada
pucuk tanaman terlebih dahulu kemudian permukaan atas dan bawah daun. Frekuensi
penyemprotan dianjurkan dua kali seminggu hingga populasi larva atau kutu
berkurang dan tidak membahayakan lagi.
b. Pengendali ulat pemakan daun
Siapkan bahan-bahan yang diperlukan
antara lain, air kelapa 2 liter, ragi tape 1 butir, bawang putih 4 ons,
deterjen 0,5 ons dan kapur tohor 4 ons. Langkah pertama adalah tumbuk bawang
putih hingga halus. Kemudian larutkan deterjen kedalam air kelapa dan aduk
hingga merata. Setelah itu, masukan hasil tumbukan bawang putih, ragi tape dan
kapur tohor. Saring campuran tersebut dengan kain halus. Langkah terakhir,
fermentasikan cairan selama 20 hari dalam wadah tertutup. Pestisida organik
pengusir ulat daun siap digunakan.
Cara penggunaan, encerkan larutan
pestisida organik sebanyak 500 ml dengan 10 liter air bersih. Aduk hingga rata
dan masukkan dalam tangki penyemprot. Frekuensi penggunaan sebanyak 2 kali
seminggu, lakukan terus sampai serangan ulat menurun sampai taraf aman.
c. Pengendali penyakit cendawan atau jamur
Siapkan bahan-bahan berikut, daun
dakinggang gajah 5 ons, lengkuas 3 ons, jahe 3 ons, bawang putih 3 ons dan
ekstrak titonia 3 liter. Tumbuk daun galinggang gajah, kemudian parut jahe dan
lengkuas. Siapkan larutan daun titonia dengan cara menumbuk daun titonia hingga
halus dan campurkan dengan 3 liter air, kemudian saring dengan kain halus.
Setelah itu, masukkan bahan-bahan yang telah ditumbuk dan diparut ke dalam
larutan titonia, aduk hingga merata. Saring dan peras campuran tersebut.
Pestisida organik pengendali cendawan atau jamur siap digunakan.
Penggunaan, encerkan 500 ml pestisida
organik ini dengan 10 liter air, aduk hingga rata dan masukkan kedalam tangki
semprotan. Penyemprotan dilakuan pada seluruh bagian tanaman seperti pucuk,
daun dan batang. Frekuensi penggunaan yang dianjurkan 2 kali dalam seminggu
hingga serangan melemah.
d. Pengendali penyakit yang disebabkan bakteri
Siapkan bahan-bahan berikut, daun sirih
satu ikat, kunyit 2 ons, bawang putih 3 ons dan ekstrak daun titonia 3 liter.
Tumbuk bahan-bahan tersebut satu per satu atau secara bersamaan. Rendam dalam
ekstrak daun titonia selama beberapa menit, kemudian saring dengan kain halus.
Pestisida pengusir bakteri siap digunakan. Cara penggunaannya dengan
mengencerkan 500 ml larutan dalam 10 liter air. Frekuensi penggunaan 2 kali
dalam seminggu.
e. Pengendali serangga penghisap, kepik dan kutu-kutuan dari daun inggu
Siapkan daun inggu 1,5 kg, bunga tahi
ayam 1,5 kg, gambir 0,5 ons, air kelapa 3 liter dan air bersih panas 500 ml.
Daun inggu dan bunga tahi ayam ditumbuk hingga halus dan rendam dalam air
kelapa. Peras dan saring campuran tersebut. Lalu siapkan larutan gambir dengan
air panas yang sudah disaring. Camprkan dual larutan tersebut, pestisida
organik daun inggu siap digunakan.
Cara penggunaan, 1 liter
pestisida organik diencerkan dengan 10 liter air bersih. Aduk hingga rata dan
masukkan dalam tangki penyemprot. Semprot seluruh bagian tanaman, frekuensi
penyemprotan seminggu dua kali.
f. Pengendali antraknosa pada tanaman cabe
Siapkan daun galinggang gajah 2,5 ons;
daun tembakau 2,5 ons; daun thitonia 2,5 ons; daun lagundi 2,5 ons; garam 1 ons
dan gambir 3 buah. Tumbuk halus daun galinggang, tembakau,thitonia dan daun
lagun. Kemudian masukan kedalam ember yang berisi 1 liter air bersih, lalu
tambahkan garam dan biarkan selama satu malam. Setelah itu saring larutan
tersebut dan peras airnya sampai kering. Cairkan tiga buah gambir dengan satu
gelas air panas dan campurkan kedalam larutan, aduk hingga merata. Pestisida
organik untuk mengendalikan antraknosa yang biasa menyerang tanaman cabe siap
digunakan.
Cara menggunakannya, masukkan larutan di
atas ke dalam tangki semprot 15 liter. Penuhkan dengan air bersih dan
aduk-aduk. Penggunaan pestisida organik ini sebiknya dilakukan sejak tanaman
cabe mulai berbuah, semprotkan seminggu sekali. Kemudian amati tanaman, apabila
ada buah cabe yang terserang antraknosa segera dipetik dan dibuang keluar
lahan. Hendaknya penyemprotan dilakukan pagi atau sore hari. Air semprotan
harus berbentuk kabut biar merata dan teknik penyemprotan dilakukan dari bawah
ke atas. Pada musim hujan kita bisa menambahkan garam sebanyak 2,5 ons lagi
pada larutan.
Berdasarkan pengalaman, pestisida organik
ini bisa mengendalikan serangan antraknosa sampai 80 %. Ramuan tidak tahan lama
dan masih bisa dipakai selagi aromanya masih khas. Apabila aromanya sudah
berubah maka kemampuannya pun sudah menurun. Sebaiknya dibuat setiap kali kita
akan memakai.
D.
Macam – macam
dan Ciri - ciri Hama/Penyakit pada Tumbuhan dan Cara Mengendalikannya
1.
Tikus
Gejala
serangan:
1.
Tikus menyerang berbagai tumbuhan.
2.
Menyerang di pesemaian, masa vegetatif, masa generatif, masa panen, tempat
penyimpanan.
3. Bagian tumbuhan yang disarang tidak hanya biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda.
3. Bagian tumbuhan yang disarang tidak hanya biji-bijian tetapi juga batang tumbuhan muda.
4.
Tikus membuat lubang-lubang pada pematang sawah dan sering berlindung di
semak-semak.
Pengendaliannya:
1.
Membongkar dan menutup lubang tempat bersembunyi para tikus dan menangkap
tikusnya.
2.
Menggunakan musuh alami tikus, yaitu ular.
3.
Menanam tanaman secara bersamaan agar dapat menuai dalam waktu yang bersamaan
pula sehingga tidak ada kesempatan bigi tikus untuk mendapatkan makanan setelah
tanaman dipanen.
4.
Menggunakan rodentisida (pembasmi tikus) atau dengan memasang umpan beracun,
yaitu irisan ubi jalar atau singkong yang telah direndam sebelumnya dengan
fosforus. Peracunan ini sebaiknya dilakukna sebelum tanaman padi berbunga dan
berbiji. Selain itu penggunaan racun harus hati-hati karena juga berbahaya bagi
hewan ternak dan manusia.
2.
Wereng

Infraordo :
Fulgoromorpha
Superfamili :
Fulgoroidea
Gejala
serangan:
1.
Menyebabkan daun dan batang tumbuhan berlubang-lubang.
2.
Daun dan batang kemudian kering, dan pada akhirnya mati.
Pengendaliannya:
1.
Pengaturan pola tanam, yaitu dengan melakukan penanaman secara serentak maupun
dengan pergiliran tanaman. Pergiliran tanaman dilakukan untuk memutus siklus
hidup wereng dengan cara menanam tanaman palawija atau tanah dibiarkan selama 1
s/d 2 bulan.
2.
Pengandalian hayati, yaitu dengan menggunakan musuh alami wereng, misalnya
laba-laba predator Lycosa Pseudoannulata, kepik Microvelia douglasi dan
Cyrtorhinuss lividipenis, kumbang Paederuss fuscipes, Ophinea nigrofasciata,
dan Synarmonia octomaculata.
3.
Pengandalian kimia, yaitu dengan menggunakan insektisida, dilakukan apabila
cara lain tidak mungkin untuk dilakukan. Penggunaan insektisida diusahakan
sedemikan rupa sehingga efektif, efisien, dan aman bagi lingkungan.
3.
Walang Sangit

Kerajaan: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Insecta
Ordo: Hemiptera
Famili: Alydidae
Genus: Leptocorisa
Spesies: Leptocorisa acuta
Gejala
serangan:
1.
Menghisap butir-butir padi yang masih cair.
2.
Biji yang sudah diisap akan menjadi hampa, agak hampa, atau liat.
3.
Kulit biji iu akan berwarna kehitam-hitaman.
4.
Walang sangit muda (nimfa) lebih aktif dibandingkan dewasanya (imago), tetapi
hewan dewasa dapat merusak lebih hebat karenya hidupnya lebih lama.
5.
Walang sangit dewasa juga dapat memakan biji – biji yang sudah mengeras, yaitu
dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat.
6.
Faktor – faktor yang mendukung yang mendukung populasi walang sangit antara
lain sebagai berikut:
-
Sawah sangat dekat dengat perhutanan.
-
Populasi gulma di sekitar sawah cukup tinggi.
-
Penanaman tidak serentak
Pengendaliannya:
1.
Menanam tanaman secara serentak.
2.
Membersihkan sawah dari segala macam rumput yang tumbuh di sekitar sawah agar
tidak menjadi tempat berkembang biak bagi walang sangit.
3.
Menangkap walang sangit pada pagi hari dengan menggunakan jala penangkap.
4.
Penangkapan menggunakan unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau dengan alga.
5.
Melakukan pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator alami beruba
laba-laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit.
6.
Melakukan pengendalian kimia, yaitu dengan menggunakan insektisida.
4. Ulat

Gejala serangan:
1.
Aktif memakan dedaunan bahkan pangkal batang, terutama pada malam hari.
2.
Daun yang dimakan oleh ulat hanya tersisa rangka atau tulang daunya saja.
Pengendaliannya:
1.
Membuang telur-telur kupu-kupu yang melekat pada bagian bawah daun.
2.
Menggenangi tempat persemaian dengan air dalam jumlah banyak sehingga ulat akan
bergerak ke atas sehingga mudah untuk dikumpulkan dan dibasmi.
3.
Apabila kedua cara diatas tidak berhasil, maka dapat dilakukan penyemprotan
dengan menggunakan pertisida.
5. Tungau

Gejala serangan:
1.
Tungau (kutu kecil) bisaanya terdapat di sebuah bawah daun untuk mengisap daun
tersebut.
2.
Pada daun yang terserang kutu akan timbul bercak-bercak kecil kemudian daun
akan menjadi kuning lalu gugur.
Pengendaliannya:
1.
Hama ini dapat diatasi dengan cara mengumpulkan daun-daun yang terserang hama
pada suatu tempat dan dibakar.
6. Lalat bibit (Atherigona exigua, A. Oryzae)

Karajaan :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kalas :
Insecta
Ordo :
Diptera
Famili :
Muscidae
Gejala serangan:
1.
Lalat bibit meletakkan telur pada pelepah daun padi pada senja hari.
2.
Telur menetas setelah dua hari dan larva merusak titik tumbuh. Pupa berwarna
kuning kecoklatan terletak di dalam tanah. Setelah keluar dari pupa selama 1
minggu menjadi imago yang siap kimpoi.
3.
Hama ini menyerang terutama pada kondisi kelembaban udara tinggi.
Pengendaliannya:
1. Pengendaliannya diutamakan pada penanaman varitas yang tahan.
7. Anjing tanah atau orong-orong (Gryllotalpa hirsuta atau Gryllotalpa African)

kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Klas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Genus : Gryllotalpa
spesies : Gryllotalpa hirsuta
Gejala
serangan:
1.
Hidup dibawah tanah yang lembab dengan membuat terowongan.
2.
Memakan hewan-hewan kecil (predator), tetapi tingkat kerusakan tanaman lebih
besar dari pada manfaatnya sebagai predator.
3.
Nimfa muda memakan humus dan akar tanaman, imago betina sayapnya berkembang
setengah, yang jantan dapat mengerik di senja hari.
Pengendaliannya:
1. Pengendaliannya diarahkan pada pengolahan tanah yang baik agar terowongan rusak.
8.
Uret (Exopholis hypoleuca, Leucopholis rorida, Phyllophaga helleri)

Raya : Animalia
filum : Arthropoda
Selama Suku : Hexapoda
Kelas
: Insecta
perangkat : Coleoptera
Superfamili : Scarabaeoidea
keluarga : Melolonthidae
genus : Exopholis
Spesies : Exopholis
hypoleuca
Gejala
serangan:
1.
Uret yang merusak tanaman padi terdiri dari spesies Exopholis hypoleuca,
Leucopholis rorida, Phyllophaga helleri
2.
Perkembangan hidup ketiga uret tersebut sama yaitu dari telur – larva (uret) –
pupa – imago (kumbang).
3.
Kumbang hanya makan sedikit daun-daunan dan tidak begitu merusak dibanding
uretnya.
Pengendaliannya:
1. Pengendalian diarahkan pada sistem bercocok tanam yang baik agar vigor tanaman baik.
9. Ganjur (Orseolia oryzae)
Pengendaliannya:
1. Pengendalian diarahkan pada sistem bercocok tanam yang baik agar vigor tanaman baik.
9. Ganjur (Orseolia oryzae)
Phylum :
Arthropoda
Class :
Insecta
Order :
Diptera
Suborder :
Nematocera
Family :
Cecidomyiidae
Genus :
Orseolia
Species :
O. oryzae
Gejala
serangan:
1.
Hama ganjur sejenis lalat ordo Diptera. Ngengat betina hanya kimpoi satu kali seumur
hidupnya, bertelur antara 100-250 telur. Telur berwarna coklat kemerahan dan
menetas setelah 3 hari.
2.
Larva makan jaringan tanaman diantara lipatan daun padi, pertumbuhan daun padi
jadi tidak normal.
3.
Pucuk tanaman menjadi kering dan mudah dicabut. Masa larva selama 6 – 12 hari.
Siklus hidup keseluruhan 19 – 26 hari.
Pengendaliannya:
1. Pengendalian diarahkan pada penanaman varietas yang resisten, penggenangan areal pertanaman sesudah panen agar pupanya mati.
10. Pengorok daun atau hama putih (Nymphola depunctalis) dan hama putih palsu (Cnaphalocrosis medinalis)

Phylum : Arthropoda
Class
:
Insecta
Order
:
Lepidoptera
Family
:
Pyralidae
Genus
:
Nymphula
Species
:
depunctalis
Gejala
serangan:
1.
Pengorok daun atau hama putih (Nymphola depunctalis) menyerang daun padi sejak
dipesemaian hingga dilapang.
2.
Daun padi yang telah dikorok menjadi putih, tinggal kerangka daunnya saja.
3.
Larva bersifat semi aquatik, memanfaatkan air sebagai sumber oksigen.
4.
Larva membuat gulungan/kantung dari daun padi kemudian menjatuhkan diri ke air.
Larva berwarna hijau, perkembangan sampai menjadi pupa 14 s/d 20 hari. Stadia
pupa 4 s/d 7 hari.
Pengendaliannya:
Pengendaliannya:
1.
Meniadakan genangan air pada pesemaian sehingga larva tidak dapat memanfaatkan
air sebagai sumber oksigen.
2. Lalat Tabanidae dan semut Solenopsis
gemitata merupakan musuh alami.
11.
Penggerek jagung (Ostrinia furnacalis)
Species :
O. furnacalis
Ostrinia furnacalis adalah
spesies ngengat dalam keluarga
Crambidae, ngengat rumput. Hal ini dikenal
dengan nama umum penggerek batang
jagung Asia. Distribusinya meluas
dari Cina ke Australia. Hal ini dikenal sebagai
hama pertanian pada
beberapa tanaman, terutama
jagung. Ini adalah
salah satu hama jagung terburuk di Jepang dan
China. Hal ini telah menyerang
tanaman jagung di
Guam dan Kepulauan Mariana Utara. Hal ini
dapat ditemukan di Jawa, Sulawesi,
Filipina, Kalimantan, Papua, yang Solomon
Islands, dan Mikronesia.
Kemungkinan serangga hama terburuk pada
jagung di wilayah Pasifik barat Asia, dan salah satu hama terburuk keseluruhan,
kedua hanya untuk penyakit bulai jagung.
Gejala serangan:
1.
Menyebabkan batang jagung retak dan patah.
2.
Kupu sebagai induk dari hama Ostrinia furnacalis muncul di pertanaman pada
malam hari, antara pk. 20.00 sampai pk. 22.00 dan meletakkan telurnya pada
jam-jam tersebut. Kupu betina meletakkan telur sebanyak 300-500 butir pada daun
ketiga. Telur berwarna putih kekuningan diletakkan di bawah permukaan daun
secara berkelompok. Biasanya ditutupi oleh bulu-bulu.
3.
Setelah 4-5 hari telur menetas, ulat akan masuk ke dalam batang setelah berumur
7-10 hari melalui pucuknya dan sering merusak malai yang belum keluar.
Selanjutnya ulat menggerek ke dalam batang dan kebanyakan pada ruas batangnya,
dan setelah habis digereknya pula ruas yang disebelah bawah. Umur ulat 18-41
hari
4.
Gejala serangan ulat yang masih muda, tanda daun kelihatan garis-garis putih
bekas gigitan.
5.
Serangan berikutnya tampak adanya lubang gerekan pada batang yang disertai
adanya tepung gerek berwarna coklat. Apabila batang jagung patah, tanaman akan
mati.
6. Tanaman inang selain jagung adalah cantel, Panicum viride, bayam dan gulma Blumea lacera.
Pengendaliannya:
1. Dengan cara pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan merupakan inangnya.
2. Tanaman yang terserang dipotong dan ditimbun dalam tanah atau diberikan pada hewan ternak.
6. Tanaman inang selain jagung adalah cantel, Panicum viride, bayam dan gulma Blumea lacera.
Pengendaliannya:
1. Dengan cara pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan merupakan inangnya.
2. Tanaman yang terserang dipotong dan ditimbun dalam tanah atau diberikan pada hewan ternak.
3.
Menghilangkan tanaman inang yang lain yang tumbuh diantara dua waktu tanam.
4.
Membersihkan rumput-rumputan
5.
Cara kimiawi, pengendalian dilakukan sebelum ulat masuk ke dalam batang.
Beberapa jenis insektisida yang dinyatakan efektif adalah: Azodrin 15 WSC,
Nogos 50 EC, Hostation 40 EC, Karvos 20 EC.
12.
Kutu daun persik (Myzus persicae)
Species :
M. persicae
Myzus persicae, yang
dikenal sebagai persik kutu
hijau atau kutu peach-kentang,
adalah kutu kecil
berwarna hijau. Ini adalah hama
kutu yang paling signifikan dari pohon persik, menyebabkan
penurunan pertumbuhan, mengerut
dari daun dan kematian
dari berbagai jaringan. Hal ini juga
berbahaya karena bertindak sebagai vektor untuk
pengangkutan virus tanaman, seperti
virus kentang Y
dan kentang leafroll
virus kepada anggota keluarga nightshade /
kentang Solanaceae, dan berbagai virus mosaik
banyak tanaman pangan lainnya.
Gejala
serangan:
1.
Kutu daun persik memiliki alat tusuk isap, biasanya kutu ini ditemukan dipucuk
dan daun muda tanaman cabai.
2.
Mengisap cairan daun, pucuk, tangkai bunga dan bagian tanaman yang lain
sehingga daun jadi keriting dan kecil warnanya brlang kekuningan, layu dan
akhirnya mati.
3.
Melalui angin kutu ini menyebar ke areal kebun.
4.
Efek dari kutu ini menyebabkan tanaman kerdil, pertumbuhan terhambat, daun
mengecil.
5. Kutu ini mengeluarkan cairan manis yang dapat menutupi permukaan daun akan ditumbuhi cendawan hitam jelaga sehingga menghambat proses fotosintesis. Kutu ini juga ikut andil
5. Kutu ini mengeluarkan cairan manis yang dapat menutupi permukaan daun akan ditumbuhi cendawan hitam jelaga sehingga menghambat proses fotosintesis. Kutu ini juga ikut andil
dalam
penyebaran virus.
Pengendaliannya:
1. Pengendalian dengan cara menanam tanaman perangkap (trap crop) di sekeliling kebun cabai seperti jagung.
2. Pengendalian dengan kimia seperti Curacron 500 EC, Pegasus
500 SC, Decis 2,5 EC, Hostation 40 EC, Orthene 75 SP
13.
Thrips/kemreki (Thrips parvispinus)

Gejala serangan:
1.
Daun yang cairannya diisap menjadi keriput dan melengkung ke
atas.
2.
Thrips sering bersarang di bunga, ia juga menjadi perantara
penyebaran virus. sebaiknya dihindari penanaman cabai dalam skala luas dapa
satu hamparan
Pengendaliannya:
1. Dengan pergiliran tanaman adalah langkah awal memutus perkembangan Thrips.
2.
Memasang perangkap kertas kuning IATP (Insect Adhesive Trap Paper), dengan cara
digulung dan digantung setinggi 15 Cm dari pucuk tanaman.
3.
Pengendalian dengan insektisida secara bijaksana. Yang dapat dilih antara lain
Agrimec 18 EC, Dicarzol 25 SP, Mesurol 50 WP, Confidor 200 SL, Pegasus 500 SC,
Regent 50 SC, Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Hostathion 40EC, Mesurol 50 WP.
Dosis penyemprotan disesuaikan dengan label kemasan
14. Ulat grayak (Spodoptera litura)

Species :
S. litura
Gejala serangan:
1.
Daun bolong-bolong pertanda serangan ulat grayak. Kalau dibiarkan tanaman bisa
gundul atau tinggal tulang daun saja.
2.
Ia juga memakan buah hingga berlubang akibatnya cabe tidak laku dijual.
Pengendaliannya:
1. Dengan cara mengumpulkan telur dan ulat-ulat langsung membunuhnya.
2.
Menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa tanaman yang menjadi tempat
persembunyian hama dan pergiliran tanaman.
3.
Pasang perangkap ngengat UGRATAS, dengan cara dimasukkan kedalam botol bekas
air mineral ½ liter yang diberi lubang kecil sebagai sarana masuknya kupu
jantan. Karena UGRATAS adalah zat perangsang sexual pada serangga jantan dewasa
dan sangat efektif untuk dijadikan perangkap.
4.
Jika terpaksa atasi serangan ulat grayak dengan Decis 2,5 EC, Curacron 500 EC,
Orthene 75 Sp, Match 50 EC, Hostathion 40 EC, Penyemprotan kimia dengan cara
bergantian agar tidak terjadi kekebalan pada hama.
15. Lalat buah (Dacus ferrugineus Coquillet atau Dacus dorsalis Hend)
Species :
B. dorsalis
Bactrocera dorsalis merupakan
spesies lalat buah Tephritidae yang endemik
Asia Tenggara, tetapi
juga telah diperkenalkan ke
Hawaii, Kepulauan Mariana dan Tahiti. Ini adalah
salah satu spesies hama utama dalam genus Bactrocera
dengan kisaran inang yang luas dibudidayakan dan liar buah-buahan,
kedua kerusakan hanya
untuk B. papayae.
Gejala
serangan:
1.
Lalat ini menusuk pangkal buah cabe yang terlihat ada bintik hitam kecil bekas
tusukan lalat buah untuk memasukkan telur.
2.
Buah yang terserang akan menjadi bercak-bercak bulat, kemudian membusuk, dan
berlobang.
3. Setelah telur menetas jadi larva (belatung) dan hidup di dalam buah sampai buah rontok dan membusuk larva akan keluar ke tanah dan seminggu kemudian berubah menjadi lalat muda.
Pengendaliannya:
1. Lakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai perkembangan lalat.
3. Setelah telur menetas jadi larva (belatung) dan hidup di dalam buah sampai buah rontok dan membusuk larva akan keluar ke tanah dan seminggu kemudian berubah menjadi lalat muda.
Pengendaliannya:
1. Lakukan pergiliran tanaman untuk memutus rantai perkembangan lalat.
2.
Kumpulkan semua buah cabai yang terserang dan musnahkan.
3.
Kendalikan dengan perangkap metil eugenol yang sangat efektif dengan cara
memasukkan metil eugenol dalam kapas ke botol bekas air mineral yang telah
diolesi minyak goreng, atau diberi air. Gantungkan perangkap di pingir kebun.
4.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan Buldok, Lannate,
Tamaron, Curacron 500 EC.
16. Belalang

Upaordo :
Caelifera
Belalang
adalah serangga
herbivora
dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini
memiliki antena
yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara
yang ditimbulkan beberapa spesies
belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya
terhadap sayap depan atau abdomen
(disebut stridulasi),
atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang
dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap,
walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang
betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.
Gejala
serangan:
1.
Gejala penyerangan hama belalang ini sama dengan ulat, yaitu daun menjadi
rombeng.
Pengendaliannya:
Pengendaliannya:
1.
Hama ini dapat ditanggulangi dengan penangkapan secara manual.
2.
Tangkap belalang yang belum bersayap atau saat masih pagi dan berembun biasanya
belalang tidak dapat terbang dengan sayap basah.
17. Kutu perisai

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kepala bawah :
Hexapoda
Kelas : Insecta
Jenis : Hemiptera
Keluarga : Coccoidea
Keluarga : Diaspididae
Genus : Parlatoria
Spesies : Parlatoria proteus
Gejala
serangan:
1.
Hama ini menyerang bagian daun.
2.
Kutu ini biasanya terdapat koloni dengan membentuk barisan di bagian tulang
daun.
Pengendaliannya
1. Dapat diatasi menggunakan insektisida sistemik dengan bahan aktif acephate.
Pengendaliannya
1. Dapat diatasi menggunakan insektisida sistemik dengan bahan aktif acephate.
18.
Spider mite
Family :
Tetranychidae
Gejala
serangan:
1.
Spider mite mengisap cairan pada tanaman.
2.
Serangan hama ini mengakibatkan daun berwarna kuning, kemudian muncul bercak-bercak
pada
bagian yang diisap cairannya.
3.
Serangan Spider mite secara besar bisa mengakibatkan daun habis dan tanaman
mati.
Spider
mite lebih kebal terhadap insektisida.
Pengendaliannya:
1. Disarankan menggunakan akarisida
19. Fungus gnats

Agas jamur kecil, gelap, lalat berumur pendek, keluarga Sciaridae, Diadochus, Diatomyidae, Keroplatidae, Bolitophilidae, dan Mycetophilidae (order Diptera); mereka kadang-kadang ditempatkan dalam superfamili Mycetophilidae.
Larva serangga jamur memakan
akar tanaman dan jamur, yang membantu dalam dekomposisi bahan organik.
Orang-orang dewasa yang 2-5 mm panjang dan
penyerbuk penting yang dapat membantu spora jamur menyebar serta
serbuk sari tanaman. Hal ini juga mencatat bahwa mereka melakukan penyakit
kaki mereka seperti Pythium. [1] Mereka
mungkin cukup menjengkelkan bagi
manusia karena mereka terbang ke
wajah mereka, mata, dan hidung. Membersihkan
rumah dari jamur yang
mereka berkembang dianjurkan.
Gejala
serangan:
1.
Adalah serangga yang berbentuk seperti nyamuk berwarna hitam.
2.
Larvanya yang berbentuk seperti cacing hidup di dalam media tanam dan sering
makan akar halus tanaman.
3.
Fungus gnats dewasa merusak seludang bunga, dengan gejala serangan munculnya
bintik-bintik hitam pada seludang bunga.
Pengendaliannya:
1. Pada fase masih menjadi larva, maka penanganannya dilakukan dengan menaburkan Nematisida seperti Furadan G ke media tanam.
2. Sedangkan pada fase dewasa, dilakukan penyemprotan
insektisida.
20. Cacing liang (Radhopolus Similis)
Species :
R. similis
Radopholus similis adalah
spesies nematoda yang dikenal
dengan nematoda menggali. Ini adalah parasit tanaman,
dan itu adalah hama
banyak tanaman pertanian. Ini merupakan hama yang
sangat penting dari pisang dan
jeruk, dan dapat ditemukan
di kelapa, alpukat, kopi, tebu, rumput
lainnya, dan tanaman hias. Ini adalah endoparasit migrasi
akar, menyebabkan lesi yang membentuk Kanker. Tanaman
yang terinfeksi mengalami kekurangan gizi.
Gejala
serangan:
1.
Menghisap cairan pada akar tanaman.
2.
Tanaman yang terserang hama ini adalah tanaman menjadi lambat tumbuh dan kerdil
serta
menghasilkan
bunga yang kecil.
Pengendaliannya:
1. Untuk mengatasinya digunakan Nematisida seperti Furadan G yang ditaburkan pada media tanam sesuai aturan yang tertera dalam kemasan.
2.
Aplikasi pestisida pada tanaman hias sebaiknya digunakan secara bijak,
mengingat dampak negatif yang bisa ditimbulkan. Karena umumnya tanaman hias
diletakkan berdekatan dengan manusia, disamping juga pertimbangan akan adanya
kemungkinan serangga menjadi semakin kebal dengan insektisida yang digunakan.
21.
Penyakit Rebah Kecambah (Phytium spp, Sclerotium sp dan Rhizoctonia sp.)
Genus :
Pythium
Pythium adalah genus
dari Oomycetes parasit.
Kebanyakan spesies parasit tanaman, tetapi Pythium insidiosum merupakan
patogen penting dari hewan. Mereka sebelumnya
diklasifikasikan sebagai jamur; kaki nyamuk jamur
sering vektor untuk
transmisi mereka.

![]() |
Gejala serangan:
1.
Penyakit ini menyerang pada tembakau.
2.
Pada umumnya menyerang di pembibitan, dengan gejala serangan pangkal bibit
berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna coklat dan akhirnya bibit roboh.
3.
Penyakit biasanya menyerang didaerah dengan suhu 240C, kelembaban di atas 85 %
drainase buruk curah hujan tinggi dan pH tanah 5,2 – 8,5.
Pengendaliannya:
1. Penyakit ini dapat diatasi dengan pengaturan jarak tanam pembibitan.
2.
Disinfeksi tanah sebelum penaburan benih atau penyemprotan pembibitan.
3.
Pencelupan bibit sebelum tanam dengan fungisida netalaksil 3 g/liter air
Mankozep (2 – 3 g/liter air), Benomil 2 – 3 g/liter air dan Propanokrab
Hidroklorida 1 - 2 ml/l air.
22. Penyakit Lanas (disebabkan cendawan Phytophthora nicotianae var Breda deHaan)
Kingdom : Chromalveolata
Species :
P. nicotianae
Gejala
serangan:
1.
Penyakit ini menyerang pada tembakau.
2.
Tanaman yang daunnya masih hijau mendadak terkulai layu dan akhirnya mati,
pangkal batang dekat permukaan tanah busuk berwarna coklat dan apabila dibelah
empulur tanaman bersekat-sekat.
3.
Daunnya terkulai kemudian menguning tanaman layu dan akhirnya mati.
4.
Bergejala nekrosis berwarna gelap terang (konsentris) dan setelah prosesing
warnanya lebih coklat dibanding daun normal.
Pengendaliannya:
1. Melakukan sanitasi pengolahan tanah yang matang, memperbaiki drainase, penggunaan pupuk kandang yang telah masak.
2.
Rotasi tanaman minimal 2 tahun dan menggunakan varietas tahan seperti Coker 48,
Coker 206 NC85, DB 102, Speight G-28, Ky 317, Ky 340, Oxford 1, dan Vesta 33.
3.
Dengan penyemprotan fungisida pada pangkal batang dengan menggunakan fungisida
Mankozeb 2 – 3 g/liter air, Benomil 2 -3 g/liter air, Propanokarb Hidroklorida
1 – 2 ml air dan bubur bordo 1 – 2 %.
23. Virus Penyakit Kerupuk (Tabacco Leaf Corl Virus = TLCV).
Species :
Tobacco leaf curl virus
Virus krupuk
tembakau merupakan salah satu patogen yang dapat menyerang tanaman tembakau.
Infeksi virus krupuk tembakau mengakibatkan gejala krupuk pada tanaman sebingga
menurunkan kualitas daun tembakau yang akan dipergunakan sebagai bahan
pembungkus cerutu.
Gejala
serangan:
1.
Penyakit ini menyerang pada tembakau.
2.
Daun terlihat agak berkerut, tepi daun melengkung ke atas, tulang daun bengkok,
daun menebal, atau sampai daun berkerut dan sangat kasar.
Pengendaliannya:
1. Memberantas vektor lalat putih (Bemisia tabaci) dengan insektisida dimetoat atau imedakloprid.
24. Kutu Daun Tembakau (Myzus persicae)
Species :
M. persicae
Myzus persicae, yang
dikenal sebagai persik kutu
hijau atau kutu peach-kentang,
adalah kutu kecil
berwarna hijau. Ini adalah hama
kutu yang paling signifikan dari pohon persik, menyebabkan
penurunan pertumbuhan, mengerut
dari daun dan kematian
dari berbagai jaringan. Hal ini juga
berbahaya karena bertindak sebagai vektor untuk
pengangkutan virus tanaman, seperti
virus kentang Y
dan leafroll kentang
virus kepada anggota nightshade / keluarga
Solanaceae kentang, dan berbagai virus mosaik
banyak tanaman pangan lainnya
Gejala
serangan:
1.
Kutu ini merusak tanaman tembakau.
2.
Menghisap cairan daun tanaman, menyerang di pembibitan dan pertanaman, sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat.
3.
Kutu ini menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi lengket dan
ditumbuhi cendawan berwarna hitam.
4.
Kutu daun secara fisik mempengaruhi warna, aroma dan tekstur dan selanjutnya
akan mengurangi mutu dan harga.
5.
Secara Khemis kutu daun mengurangi kandungan alkoloid, gula, rasio gula
alkoloid dan maningkatkan total nitrogen daun.
6.
Kutu daun dapat menyebabkan kerugian sampai 50 %, kutu daun dapat menyebabkan
kerugian 22 – 28 % pada tembakau flue-cured.
Pengendaliannya:
1. Mengurangi pemupukan N dan melakukan penyemprotan insektisida yaitu apabila lebih besar dari 10 % tanaman dijumpai koloni kutu tembakau (setiap koloni sekitar 50 ekor kutu).
2. Pestisida yang digunakan yaitu jenis imidaklorid.
25.
Penggerek buah kakao (Conopomorpha cramerella)
Species :
C. cramerella
The kakao
penggerek (Conopomorpha cramerella) adalah ngengat dari keluarga
Gracillariidae. Hal ini diketahui dari Arab Saudi, Cina, India (West Bengal,
Kepulauan Andaman), Thailand, Brunei, Indonesia (Sumatera, Sulawesi, Irian
Jaya, Jawa, Kalimantan, Maluku), Malaysia (Semenanjung, Sarawak, Sabah),
Vietnam, Australia , New Britain, Filipina, Samoa, Kepulauan Solomon, Sri
Lanka, Taiwan, dan Vanuatu.
Gejala
serangan:
1.
Buah kakao yang diserang berukuran panjang 8 cm, dengan gejala masak awal,
yaitu belang kuning hijau atau kuning jingga dan terdapat lubang gerekan bekas
keluar larva.
2. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.
2. Pada saat buah dibelah biji-biji saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang dan ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu buah jika digoyang tidak berbunyi.
Pengendaliannya:
1. Karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK
1. Karantina; yaitu dengan mencegah masuknya bahan tanaman kakao dari daerah terserang PBK
2.
Pemangkasan bentuk dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum 4m sehingga
memudahkan saat pengendalian dan panen
3.
Mengatur cara panen, yaitu dengan melakukan panen sesering mungkin (7 hari
sekali) lalu buah dimasukkan dalam karung sedangkan kulit buah dan sisa-sisa
panen dibenam
4.
Menyelubungan buah (kondomisasi), caranya dengan mengguna-kan kantong plastik
dan cara ini dapat menekan serangan 95-100 %. Selain itu sistem ini dapat juga
mencegah serangan hama helopeltis dan tikus
5.
Cara kimiawi: dengan Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC),
Buldok 25 EC dengan volume semprot 250 l/ha dan frekuensi 10 hari sekali.
26.
Kepik penghisap buah (Helopeltis spp)

Taksonomi Kepik Penghisap Buah (KPB) Kakao :
1.
Kingdom : Animalia
2.
Phillum : Arthropoda
3.
Kelas : Insekta
4.
Ordo : Hemiptera
5.
Famili : Miridae
6.
Genus : Helopeltis
7.
Spesies : Helopeltis antonii
Hama ini merupakan salah satu hama
utama tanaman kakao di Indonesia menyerang buah dan tunas muda. Serangan pada
buah muda menyebabkan buah mati, sedangkan pada buah tua menyebabkan
bentuk buah abnormal. Serangan pada buah dapat menurunkan daya hasil 42%
(Wardoyo, 1988). Sedangkan serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk tanaman
dapat menekan produksi kakao 36-75% (Sulistyowati dan Sardjono, 1988). Selain
kakao, hama ini dapat menyerang tanaman jambu mete, kina, kapok, rambutan dan
teh. Penyebaran hama meliputi Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.
Gejala
serangan:
1.
Buah kakao yang terserang tampak bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman
dengan ukuran bercak relatif kecil (2-3 mm) dan letaknya cenderung di ujung
buah.
2.
Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati, tetapi jika buah
tumbuh terus, permukaan kulit buah retak dan terjadi perubahan bentuk.
3.
Bila serangan pada pucuk atau ranting menyebabkan daun layu, gugur kemudian
ranting layu mengering dan meranggas.
Pengendaliannya:
1. Pengendalian yang efektif dan efisien sampai saat ini dengan insektisida pada areal yang terbatas yaitu bila serangan helopeltis <15 % sedangkan bila serangan >15% penyemprot-an dilakukan secara menyeluruh.
2.
Dikendalikan secara biologis, menggunakan semut hitam. Sarang semut dibuat dari
daun kakao kering atau daun kelapa diletakkan di atas jorket dan diolesi gula.
27.
Penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora)

Species :
P. palmivora
Phytophthora
palmivora merupakan salah satu patogen tumbuhan
yang menyerang berbagai tumbuhan budidaya.
Anggota Oomycetes
ini memiliki spektrum target yang luas, baik tumbuhan monokotil maupun dikotil.
Tanaman budidaya yang biasa diserangnya adalah berbagai palma seperti kelapa
dan enau, kakao, serta beberapa tanaman buah-buahan. Gejalanya adalah batang
mengeluarkan getah beku terus menerus sehingga tumbuhan kehabisan energi dan
menurunkan hasil. Akibat gejalanya ini orang menyebutnya penyakit blendok
atau kanker (bahasa Inggris
canker, bukan cancer!).
Gejala serangan:
1.
Buah kakao yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari
ujung atau pangkal buah.
2.
Disebarkan melalui sporangium yang terbawa atau terpercik air hujan, dan
biasanya penyakit ini berkembang dengan cepat pada kebun yang mempunyai curah
hujan tinggi dengan kondisi lembab.
Pengendaliannya:
1. Sanitasi kebun, dengan memetik semua buah busuk lalu membenamnya dalam tanah sedalam 30 cm.
2.
Kultur teknis, yaitu dengan pengaturan pohon pelindung dan lakukan pemangkasan
pada tanaman-nya sehingga kelembaban di dalam kebun akan turun.
3.
Cara kimia, yaitu menyemprot buah dengan fungisida seperti :Sandoz, cupravit
Cobox, dll. Penyemprotan dilakukan dengan frekuensi 2 minggu sekali; (4)
penggunaan klon tahan hama/penyakit seperti: klon DRC 16, Sca 6,ICS 6 dan
hibrida DR1.
28.
Antraknosa (Penyebab jamur C. capsici)
Species :
P. capsici
Antraknosa
adalah jenis penyakit
tumbuhan
yang ditemukan pada berbagai tanaman pohon dan semak,
awal gejala yang ditunjukan berupa bercak pada daun atau bagian
lain berbentuk bulat panjang berwana hitam yang akan berlanjut hingga kematian
jaringan. Anthraknosa disebabkan oleh berbagai macam jamur antara lain: Colletotrichum capsici
pada cabai merah,
Colletotrichum
sp. pada kakao,
sorghum,
jagung,
dan Colletotrichum coccodes
pada tomat.
Antraknosa sering disebut hawar pada daun, akar, ataupun ranting. Infeksi
pada daun akan lebih parah ketika musim hujan,
karena jamur antraknosa membutuhkan air dalam penyebaran. Jamur penyebab
antraknosa tidak akan menyebar dalam kondisi kering.
Gejala
serangan:
1.
Menyerang pada tanaman cabe
2.
Adanya bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair.
3.
Lama–kelamaan busuk tersebut akan melebar membentuk lingkaran konsentris.
4.
Dalam waktu yang tidak lama maka buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan
membusuk.
5.
Ledakan penyakit ini sangat cepat pada musim hujan.
6.
Penyebarannya tidak hanya melalui sentuhan antara tanaman saja melainkan juga
bisa karena percikan air, angin, maupun melalui vektor.
Pengendaliannya:
1. Dengan kultur teknis yang baik.
2.
Dapat juga dilakukan pembersihan atau pembuangan bagian tanaman yang sudah
terserang agar tidak menyebar.
3.
Selain dengan cara budidaya yang baik, saat pemilihan benih harus kita lakukan
secara selektif .
4.
Disarankan agar menanam benih cabe yang memiliki ketahanan terhadap penyakit
pathek.
5.
Secara kimia, pengendalian penyakit ini dapat disemprot dengan fungisida
bersifat sistemik yang berbahan aktif triadianefon dicampur dengan fungisida
kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, atau yang
berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.
BAB III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Untuk mengatasi Pestisida Kimia yang
banyakmemiliki dampak negatif dapat di atasi dengan cara membuat Pestisida organik yang mempunyai beberapa kelebihan. Pertama, lebih
ramah terhadap alam, karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk
lain. Sehingga dampak racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam
bebas. Kedua, residu pestisida organik
tidak bertahan lama pada tanaman, sehingga tanaman yang disemprot lebih aman
untuk dikonsumsi. Ketiga, dilihat
dari sisi ekonomi penggunaan pestisida organik memberikan nilai tambah pada
produk yang dihasilkan.
2.
DFTAR PUSTAKA
Coumber
of Agricultural Science & Technology (CAST). 1988. Longterm Viability of
U.S
Agriculture. CASR Report No.114
Dover,M.
dan Talbot,L.M., 1987. To Feed The Earth: agroecology for sustainable
development. Washington DC : World Resources Intitute.
DS
Fattah, Abdul., 1999a. Strategi Pengelolaan Hutan Indonesia Sebagai Amanah.
Pola
Aneka Sejahtera.
Abdurachman, A. 2002. Potensi Lahan untuk Pertanian
Organik Berdasarkan Peta
Perwilayahan
Komoditas di Indonesia. Makalah Seminar Pertanian Organik. Balittro,
Balitbangtan.
Jakarta.
Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. Academic Press. New
York. 703 p.
Alexopoulus, C.J. 1972. Introductory Micology. 2°d. Ed.
John Wiley and Sons. Inc. New
York. 613
p.
Allorerung, D., A. Ruhnayat dan E.Karmawati. 2002.
Penelitian Pertanian Organik
pada Tanaman
Perkebunan. Makalah Seminar Pertanian Organik. Balittro,
Balitbangtan. Jakarta.
Anonymous. 1999.
EEC Council Regulation NO. 2092/91 on Organic production of
agricultural
product and indications referring thereto on agricultural product
and
foodstuffs. . EROPA, Brussels.
Anonymous. 2000. Leaflet. Go Organik 2010. BP2HP.
Departemen Pertanian.
Anonymous, 2000. Organic Farming. Agriculture, Food and
Rural Revitalization,
Saskatchewan.
Canada
Anonymous. 2001. Organic Agriculture. ACT (Agriculture Certification
Thailand).
Standards. Thailand. 27 p.
Anonim,
2000. Ketika Kebun Berupa Hutan. Agroforestri Khas Indonesia. Sebuah
Sumbangan Masyarakat. International Centre For Research In
Agroforestry. Bogor,
Indonesia.